Asal Nama Negeri Lipatkain

Asal Mula Negeri Lipat Kain. (Sumber gambar: Derichard H. Putra. 2024. Budaya Melayu Riau Kurikulum Merdeka untuk SD/MI Kelas II. Pekanbaru: Penerbit Narawita).

PADA zaman dahulu, hiduplah seorang ibu dengan anaknya yang bernama Mikin. Mereka tinggal di sebuah kampung terpencil di pinggir sungai yang disebut Batang Kampar.

Mikin anak yang baik. Ia juga anak yang ceras. Teman-teman sebaya sangat menyukainya. Ia rajin membantu emaknya.  Ayah Mikin telah lama dipanggil yang kuasa. 

Bacaan Lainnya

Mikin dan emaknya berladang padi. Mereka juga mencari kayu bakar di hutan untuk di jual. Kadang menangkap ikan di sungai dengan peralatan seadanya. 

Setelah Mikin mulai menginjak dewasa, ia terniat untuk mengadu nasib ke negeri orang. 

“Emak…! Mikin berteguh hati untuk mengadu nasib ke negeri orang. Mikin minta izin emak!” Ujar Mikin.

“Anakku Mikin, kamu adalah satu-satunya anak emak. Engkau adalah penghibur di kala duka, penolong di waktu susah,” ujar emak Mikin sedih. 

Tapi, Mikin sudah kuat hatinya untuk pergi merantau.

Akhirnya, Mikin pergi juga merantau.

Di perantauan, Mikin berdagang kecil-kecilan. Ia sabar dan pantang menyerah. Mikin akhirnya menjadi pedagang besar. Ia mempunyai sebuah kapal besar, dan para pekerja yang setia.

Suatu hari, Mikin pergi berlayar pulang ke kampungnya. Ia pergi bersama istri, pegawai, dan para pengawalnya. 

Di dalam kapal terdapat berbagai muatan. Mulai dari peralatan rumah tangga, alat musik, gentong, baju-baju mewah, serta berkabung-kabung kain sutra.

Setelah lama berlayar, kapal Mikin memasuki Batang Kampar. Mereka menelusuri hingga ke hulu, dan akhirnya sampai ke kampung halaman Mikin. 

Emak Mikin segera berlari ke pinggir Batang Kampar. Ia terharu gembira menyambut kepulangan anaknya. 

Tapi, Mikin malu saat bersua dengan emaknya. Emaknya sangat tua dan miskin.  

“Hei orang tua, siapakah engkau. Jangan mengaku-ngaku Emakku. Orangtuaku sudah lama meninggal.”

“Tidak Nak, Emak masih ada. Ini Emakmu yang dulu Kamu tinggalkan!” Ujar Mak Mikin.

“Bukan, Emak aku tidak pernah seburuk dan semiskin Kamu. Pengawal, usir orang tua bangka ini.”

Hati emak Mikin begitu hancur mendengar ucapan anaknya. Ia kemudian berdoa.

“Ya Allah! Jika benar Mikin bukan anakku, maka selamatkanlah perjalanannya. Tapi jika ia adalah anak kandungku, maka tunjukkanlah kebesaran-Mu.”

Selesai Emak Mikin berdoa, cuaca cerah di langit Batang Kampar berubah menjadi mendung. Petir menggelegar sambung menyambung. 

Tiba-tiba, sebuah gelombang besar membumbung tinggi menghantam kapal Mikin. Kapal dan muatannya hancur berkeping-keping. Orang-orang di dalamnya lenyap. 

Keesokan harinya, orang-orang kampung menemukan batu yang bersusun seperti lipatan kain. Susunan batu itu adalah pakaian Mikin dan istrinya yang berubah menjadi batu. 

Konon, sejak itu orang-orang menamai kampung Mikin dengan Negeri Lipatkain.

Rujukan: Derichard H. Putra. 2024. Budaya Melayu Riau Kurikulum Merdeka untuk SD/MI Kelas II. Pekanbaru: Penerbit Narawita

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *