Berparahu di Sungai Siak

Berperahu di Sungai Siak. (Sumber gambar: Derichard H. Putra. 2024. Budaya Melayu Riau Kurikulum Merdeka untuk SD/MI Kelas II)

Saat libur semestar, Azi, Dara, dan Bubu mengunjungi Sungai Siak. Mereka menyusuri sungai dengan berperahu. Bubu yang mengemudi. Ia lahir dan dibesarkan di Sungai Siak, sehingga mahir berperahu. Rumah Bubu berada di pinggir Sungai Siak.

Pada masa lalu, Sungai Siak bernama Sungai Jantan. Saat itu, Sungai Siak menjadi jalur perdagangan strategis yang menghantarkan hasil bumi di pedalaman Sumatra ke wilayah pesisir di Selat Malaka. 

Penamaan  Sungai Siak berasal dari kata siak-siak, yaitu sejenis tumbuhan pardu yang banyak ditemukan di sekitar aliran  sungai. Masyarakat sekitar sungai menjadikan tumbuhan ini sebagai obat tradisional dan wangi-wangian.

Bubu masih mendayung. Perahunya meluncur ke Hulu.  Mereka menyaksikan hutan-hutan alam di pinggiran sungai berganti perkebunan sawit milik berbagai perusahaan. Flora dan fauna khas Sungai Siak pun telah hilang. 

Di Rantau Pasirsakti, mereka melihat benda yang diduga Cagar Budaya yaitu makam Datuk Baasir. Makam itu berada sekitar tujuh meter di pinggir Sungai Siak. 

Perahu masih meluncur pelan. Tapi, Bubu  sepertinya sudah letih. Ia digantikan oleh Azi.

Azi mendayung perahu hingga ke Hulu. Mereka kemudian bertemu dengan Sungai Tapung Kanan dan Sungai Tapung Kiri. Bubu meminta Azi masumelewati Sungai Tapung Kanan. Aliran airnya lebih tenang, sehingga mudah untuk ditelusurui.

“Sungai Tapung Kanan habitat ikan kayangan (arwanah),  Abah dulu sering menyuluh di sini. Tapi itu dulu, sekarang ikan kayangan sudah punah,” ujar Bubu sedih.

Rujukan: Derichard H. Putra. 2024. Budaya Melayu Riau Kurikulum Merdeka untuk SD/MI Kelas IV. Pekanbaru: Penerbit Narawita

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *