Upacara Masa Kehamilan dan Kelahiran Melayu Riau

Upacara kelahiran. (foto: guruku.kosabudaya.id)

A. Pengertian
Upacara daur hidup (stage along the life cycle) adalah upacara yang dilaksanakan pada masa-masa tertentu dalam kehidupan seseorang. Pelaksana upacara selalu berdasarkan adat istiadat yang berlaku di dalam suatu komunitas budaya tersebut. Pada umumnya, setiap komunitas budaya memiliki aturan dan tata cara tersendiri yang berbeda dengan komunitas lainnya.

Pelaksanaan upacara daur hidup dapat dibagi dalam lima fase yang dimulai sejak dalam kandungan hingga kematian. Setiap fase pada dasarnya merupakan masa peralihan dari setiap individu. Setiap fase juga dipenuhi dengan adatnya masing-masing, yang menjadi bagian dari sistem sosial dan perwujudan sikap tunduk dan rasa syukur kepada Allah Swt.

Bacaan Lainnya

B. Bentuk-bentuk Upacara pada Masa Kelahiran dan Kehamilan
1.  Kehamilan
Upacara dalam masa kehamilan bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur dan diharapan untuk mendapatkan keturunan yang baik, tidak ada halangan selama masa kehamilan hingga kelahiran, dan kesehatan bagi calon ibu, calon bayi, dan keluarga lainnya. Pelaksanaan upacara juga dimaksudkan untuk memuliakan dan menghormati calon ibu dan kehamilan itu sendiri. Ibu di dalam komunal masyarakat ditempatkan sebagai orang yang paling dihormati, sedangkan orang hamil dianggap sebagai puncak rezeki di dalam keluarga. Hal ini akan mendorong calon ibu yang sedang hamil untuk selalu berhati-hati dalam menjaga kandungannya, dan keluarga yang lain untuk menjaga perasaan calon ibu supaya tidak kecewa, cemas, dan khawatir. Semua perasaan tersebut akan berpengaruh bagi perkembangan dan kehidupan bayi dalam kandungan.

Selama masa kehamilan, calon ibu dan calon ayah diharuskan untuk memperhatikan dan mengikuti pantang larang. Pada dasarnya, pantang larang merupakan upaya untuk menjaga kesehatan dan keselamatan calon ibu dan keluarga. Pantang larang disampaikan secara langsung atau secara simbolik dalam bentuk mitos-mitos tertentu yang diyakini kebenarannya.

Di dalam masa kehamilan, terdapat beberapa upacara yang dilaksanakan sebagai berikut:

a. Meniga Bulan
Meniga bulan dilaksanakan saat kehamilan memasuki usia tiga bulan. Upacara ini bertujuan untuk memastikan bahwa calon ibu benar-benar sedang dalam keadaan hamil. Masa kehamilan tiga bulan dianggap sebagai kehamilan awal karena pada kehamilan satu dan dua bulan masih disebut masa mengidam. Upacara ini juga dimaksudkan untuk menyambut kehamilan empat bulan karena Allah Swt., meniupkan ruh saat kandungan berusia 120 hari atau empat bulan.

b. Menempah Bidan
Menempah bidan merupakan mengunci atau menentukan bidan yang akan membantu dalam proses melahirkan. Bidan ditentukan oleh calon ayah atau keluarga dari calon ibu yang dipilih berdasarkan mufakat keluarga. Bidan yang ditempah biasanya terdiri dari dua orang yaitu bidan atas dan bidan bawah. Bidan atas bekerja mengurus calon ibu, sedangkan bidan bawah mengurus bayi yang baru lahir. Upacara ini bertujuan untuk membentuk ikatan emosional antara calon ibu dan keluarga dengan bidan yang akan membantu proses melahirkan, sehingga sang calon ibu tidak merasa canggung dengan bidan saat melahirkan.

c. Menujuh Bulan
Menujuh bulan atau disebut juga lenggang perut dilaksanakan  pada saat kandungan telah memasuki usia tujuh bulan atau telah genap tujuh bulan. Upacara ini bertujuan untuk melihat kembali (evaluasi) kesehatan ibu, dan juga untuk mempersiapkan masa persalinan.

2. Kelahiran
Adat di dalam kelahiran adalah aturan-aturan, tatanan, dan tradisi yang dilaksanakan pada saat bayi baru lahir hingga menginjak usia 60 hari. Pelaksanaan bertujuan sebagai syukuran atas kelahiran bayi, doa atas kesehatan dan keselamatan calon ibu, dan sebagai pemberitahuan kepada anggota keluarga yang lain. Pada masa kelahiran terdapat beberapa ritual dan upacara.

Adat pada saat bayi lahir adalah ayah mengazankan atau  mengiqamatkan sebelum bayi dibaringkan di tempat tidur.  Mengumandangkan azan bertujuan menyambut kelahiran bayi untuk memperdengarkan nama Allah Swt., sebelum mengetahui hal lain di dalam kehidupannya. Azan dan iqamah juga memberikan arti bahwa anak yang lahir telah memulai pendengaran dengan pendengaran yang baik.

Pada masa melahirkan, ibu dan bayi harus melalui masa berpantang yang dilaksanakan hingga bayi berusia 40 hari. Selama berpantang, bayi dan ibu tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang dipantangkan sebab bisa mengganggu kesehatan calon ibu dan bayi.

a. Menanam Ari-ari
Ari-ari (plasenta) disebut juga dengan kakak si bayi.  Menanam atau menguburkan ari-ari dimaksudkan untuk memuliakan bayi dan proses kelahirannya. Sebelum dikuburkan, ari-ari dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam periuk tanah disertai dengan asam dan garam, lalu disimpan dan dijaga dengan baik. Penguburan ari-ari biasanya dilaksanakan beberapa saat setelah kelahiran.

b. Tanggal Pusat
Upacara tanggal pusat dilaksanakan tiga hingga tujuh hari setelah kelahiran. Pelaksaaan upacara biasanya mengundang anak-anak di sekitar rumah sambil makan bersama dan memberi mereka beberapa pemberian. Mengumpulkan anak-anak dimaksudkan sebagai kegembiraan dan harapan agar kelak sang anak disenangi di dalam masyarakat, murah hati, dan suka membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan.

c. Sunat Rasul Anak Perempuan
Sunat merupakan syariat Islam yang harus dipenuhi seorang muslim, tidak terkecuali bagi perempuan. Sunat anak perempuan dilakukan oleh bidan sebelum anak berusia 40 hari, sedangkan pada anak laki-laki dilaksanakan pada masa kanak-kanak. Pelaksanaan sunat anak perempuan umumnya tidak dirayakan seperti halnya pada anak laki-laki.

d. Bertindik
Bertindik hanya dilakukan pada anak perempuan. Upacara ini dilaksanakan setelah tujuh hingga 40 hari setelah kelahiran. Pada usia tersebut, piti-piti (cuping atau daun telinga) masih lembut dan lebih cepat sembuh. Namun, saat ini tradisi bertindik tidak lagi dilaksanakan pada waktu tersebut.

Tradisi bertindik awalnya dilakukan oleh dukun yang membantu persalinan. Alat-alat yang digunakan berupa jarum tindik, benang, dan minyak kunyit. Jarum digunakan untuk menindik telinga, dan benang sebagai pengganti subang sementara agar telinga yang telah di tindik tidak lagi menyatu. Minyak kunyit berfungsi sebagai antiseptik agar telinga anak tidak infeksi.

e. Turun Mandi
Pada beberapa wilayah, turun mandi dikenal juga dengan naik buaian atau pijak tanah. Upacara ini dilaksanakan setelah 45 hari masa kelahiran. Turun mandi  bertujuan bahwa sang bayi dan ibu telah selesai melalui masa berpantang dan bersiap memasuki kehidupan yang lebih mulia.

Di dalam turun mandi terdapat rangkaian kegiatan yang meliputi upacara cukur rambut, akikah, pemberian nama bayi, dan timbang utang atau membayar utang ke bidan. Di beberapa wilayah budaya, upacara-upacara ini dilaksanakan secara terpisah. Turun mandi biasanya diiringi dengan berzanji atau marhaban.
(1) Cukur Rambut
Cukur rambut merupakan memotong sedikit rambut bayi mengikuti yang dianjurkan nabi Muhammad Saw. Di dalam resam Melayu, memotong rambut dimaksudkan untuk membuang kotoran dari rambut yang dibawa sejak lahir. Konon, ujung rambut yang dibawa lahir jika tidak dibuang, dapat menimbulkan penyakit bayi.

Cukur rambut dilaksanakan oleh bidan yang membantu persalinan. Setelah dicukur, bayi dibawa ke hadapan majelis  laki-laki dan setiap mejelis menepuk sedikit tepung tawar, dan menebar beras kunyit dan bertih. Setiap majelis juga ikut menggunting sedikit rambut dan meletakannya dalam kelapa yang telah disediakan.  Setelah selesai dijalankan oleh pihak laki-laki, maka si bayi dibawa ke tempat majelis perempuan dan melakukan sebagaimana yang dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan upacara cukur rambut juga diiringi marhaban atau berzanji.

(2) Akikah
Akikah merupakan penyembelihan hewan ternak mengikuti anjurkan Nabi Muhammad Saw. Lazim dilaksanakan saat bayi berumur tujuh hari atau sebelum 40 hari. Namun adakalanya dilaksanakan pada waktu lain. Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan syariat. Misalnya, kambing yang jadikan akikah harus sudah dewasa atau telah berusia dua tahun.

(3) Timbang Hutang
Timbang hutang berarti menimbang-nimbang atau mengira-ngira hutang kepada bidan. Menimbang-nimbang dimaksudkan untuk melihat berapa yang layak diberikan kepada bidan yang telah membantu proses kelahiran dan merawat bayi. Kisaran hutang tergantung kebiasaan yang dilakukan. Umumnya berupa ayam seekor, kelapa setali (dua buah), beras segantang, dan kain putih tiga hasta. Timbang hutang bertujuan untuk tidak memberatkan pihak yang membayar hutang sekaligus layak untuk diterima yang memberikan jasa.

Beberapa daerah di Riau pemberian dalam timbang hutang meliputi sepiring pulut masak, 10 butir telur ayam kampung, sepuluh ikat sirih, buah pinang 30 biji, gambir, tembakau, kapur sirih, dan uang yang ditentukan oleh yang membayar hutang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *