Rimba Kepungan Sialang

Batang Sialang (foto: guruku.kosabudaya.id)

A. Pengertian
Rimba kepungan sialang adalah rimba yang menjadi kawasan tempat tumbuh batang sialang. Rimba ini berfungsi sebagai laman bermain lebah untuk menghisap nektar bunga yang nantinya berfungsi dalam proses pembentukan madu. Di dalam rimba kepungan sialang terdapat beragam jenis kayu terutama yang mengahasilkan buah-buahan.

Secara harfiah, rimba kepungan sialang berarti rimba yang mengepung atau mengelilingi batang sialang. Rimba ini menjadi bagian dalam sistem hutan-tanah Melayu Riau yang berada di bawah pengolahan pemimpin adat.

Bacaan Lainnya

Selain dimanfaatkan lebah, rimba kepungan sialang juga menjadi kawasan penghasil buah-buahan misalnya cempedak, rambai, duku, durian, berangan, langsat, dan tampoi. Rimba kepungan sialang menghasilkan dua manfaat utama yaitu madu dan buah-buahan.

Rimba kepungan sialang juga berperan sebagai tempat simpanan air, flora, dan fauna. Pada musim kemarau, pohon-pohon di rimba kepengan sialang akan melepaskan cadangan airnya sehingga anak-anak sungai yang berada pada kawasan tersebut tidak mengalami kekeringan. Begitu juga flora dan fauna akan menghasilkan rotan, damar, getah jelutung, berbagai jenis kayu dan hewan buruan. Hasil sampingan rimba ini dapat dimanfaatkan secara ekonomi untuk kebutuhan masyarakat adat yang berada disektarinya.

Lebah di batang sialang akan membangun sarang empat kali dalam setahun. Sarang tersebut dibangun dalam empat musim utama yang menjadi siklus berladang masyarakat. Keempat musim tersebut adalah musim bunga jagung, musim bunga padi, musim menuai, dan musim menebas dan menebang belukar tanah peladangan. Dari keempat musim, madu yang dihasilkan pada musim bunga padi dipercaya sebagai madu terbaik. Madu jenis ini berwarna kekuningan dengan rasa yang tidak terlalu manis. 

Rimba kepungan sialang dilindungi oleh undang-undang adat, dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat adat, dan dikelola oleh pemimpin adat atau suku seperti batin dan penghulu. Jika suatu suku telah diberi kuasa mengelola rimba kepungan sialang, maka pemimpin suku tersebut wajib memegang amanah menurut adat serta tradisi yang berlaku.

Kayu di rimba kepungan sialang termasuk anak sialang, kayu sialang (sialang muda) dan batang sialang tidak dibenarkan untuk ditebang. Menurut hukum adat, seseorang atau kelompok masyarakat yang menebang diberi denda berupa kain kafan sepanjang pohon sialang yang telah ditebangnya.

Kawasan rimba kepungan sialang pada awalnya adalah wilayag yang cukup luas. Pembukaan tanah peladangan di sekitarnya menyebabkan rimba tersebut hanya berupa gugusan-gugusan kecil. Hal ini juga menjadikan rimba kepungan sialang terkepung atau selalu berada di dekat tanah peladangan.

B. Batang Sialang
Batang sialang adalah batang atau pohon jenis tertentu yang dijadikan oleh lebah sebagai tempat bersarang dan membangun koloni. Batang sialang dimiliki secara bersama-sama oleh suatu komunitas masyarakat adat dan menjadi tanda keberakaran komunitas tersebut di dalam menjaga dan melestarikan alam.

Madu di batang sialang dipanen sekali dalam setahun dalam sebuah ritual yang dinamakan manumbai. Ritual ini adalah bentuk menjaga dan menghormati batang sialang. Setiap batang sialang mampu memuat hingga 200 sarang dan setiap sarang dapat menghasilkan 26 kilogram madu atau 5 ton madu secara keseluruhan. Hasil madu batang sialang menjadi komoditas berharga termasuk sebagai bahan obat dan minuman, sedangkan lilin dari sarang lebah dikirim ke sentra-sentra kerajinan batik. Di masa lalu, madu dan lilin lebah yang diambil dari batang sialang merupakan salah satu komoditas penting dari hutan di kawasan Sumatera Timur.

Lebah di batang sialang akan membangun sarang empat kali dalam setahun. Sarang tersebut dibangun dalam empat musim utama yang menjadi siklus berladang masyarakat. Keempat musim tersebut adalah musim bunga jagung, musim bunga padi, musim menuai, dan musim menebas dan menebang belukar tanah peladangan. Dari keempat musim, madu yang dihasilkan pada musim bunga padi dipercaya sebagai madu terbaik. Madu jenis ini berwarna kekuningan dengan rasa yang tidak terlalu manis.

Madu yang dihasilkan dari sarang lebah batang sialang memiliki rasa mengikuti musim bunga pepohonan yang ada di dalam hutan. Apabila madu diambil setelah musim bunga yang rasanya pahit, maka madunya akan terasa agak pahit. Begitu pula bila madu diambil setelah musim bunga yang berasa manis, maka madunya akan manis. Rasa menentukan kualitas dan kegunaan madu. Madu yang rasanya agak pahit dianggap paling berkhasiat untuk obat.

C. Jenis Kayu Batang Sialang
Jenis kayu yang lazim ditemukan sebagai batang sialang adalah pulai, jelutung, rengas, kedundung, cempedak air, sulur batang, dan rumah keluang. Jenis ini berkembang biak dengan bijinya. Sehingga, sebuah pohon cikal bakal batang sialang memerlukan puluhan tahun untuk bisa menjadi batang sialang. Dalam kepercayaan masyarakat, anak sialang biasanya tumbuh dengan cepat bila sialang yang tua telah mati.

Sulur batang adalah jenis kayu yang dalam cerita rakyat disebutkan dibawa bibitnya oleh Datuk Demang Serail dari negeri Johor. Dinamai sulur batang karena pohon yang besar tinggi ini sering berganti kulit batangnya. Kulit batang yang berganti-ganti serupa itu tampak seperti sulur pada kulit ular yang juga berganti kulit. Jenis kayu sialang ini mempunyai tanda-tanda berdaun halus kecil, batang licin dan berkelopak-kelopak yang disebut sulur, dahan lampai, dan umumnya tumbuh di daerah bukit.

Rumah keluang adalah jenis kayu besar serta tinggi. Disebut rumah keluang karena jika lebah tidak bersarang, maka akan didiami oleh keluang. Ciri-ciri pohon kayu ini adalah berdaun lebar, batang tidak bersisik (tidak berkelopak-kelopak), dahan pendek dan tidak bersiku-siku, dan tumbuh biasanya dilereng bukit atau dirona-rona yang tidak berair.

Cempedak air hampir mirip dengan pohon cempedak, tetapi tidak berbuah seperti cempedak. Disebut cempedak air, karena batangnya menyerupai pohon cempedak (nangka) dan tumbuh dipinggir sungai-sungai kecil atau rawa-rawa. Pohon ini berdaun halus, batang licin, putih, dan bergetah, daun pendek tidak bersiku, dan sering tumbuh di rawang atau bencah.

Ukuran pohon batang sialang umumnya berdiameter pangkal sekitar 2 meter, bahkan lebih. Sedangkan tingginya paling kurang 30-50 meter. Batang sialang dapat bertahan hingga berumur 50 tahun.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *