Seni Pertunjukan Kayat

Kayat. (foto: guruku.kosabudaya.id)

A. Pengertian
Kayat adalah salah satu genre sastra lisan yang berkembang dalam masyarakat Rantau Kuantan, Riau. Secara etimologis, kata “kayat” adalah pengucapan menurut bahasa Melayu Riau dialek Kuantan untuk kata hikayat. Kayat disampaikan dalam bentuk pantun oleh seorang tukang kayat. Pada mulanya kandungan kayat bernuansa Islam, tidak sekedar untuk hiburan, tetapi berisi pandangan dan perilaku hidup sehari-hari dan dibungkus dengan cerita-cerita tentang kepahlawanan Islam atau gambaran kehidupan sesudah mati.

Kayat biasanya ditampilkan pada malam hari, dimulai selepas sholat Isya dan berakhir menjelang sholat subuh. Di Rantau Kuantan, kayat dipertunjukkan pada berbagai perayaan tradisional dan upacara keagamaan, seperti pesta perkawinan, syukuran, sunat rasul, dan aqiqah. Pertunjukannya bisa dilakukan di dalam atau di luar rumah.

Bacaan Lainnya

Kayat dibawakan secara berkelompok yang terdiri dari dua sampai lima orang dan disajikan secara bergantian. Pemimpinnya adalah orang yang paling menguasai kayat. Penyajiannya biasanya diiringi dengan musik yang memakai gondang (gendang) dan biola. Lazimnya tukang kayat adalah laki-laki, meskipun perempuan pun boleh menjadi tukang kayat.      

Dalam perkembangan masa kini, cerita yang sering disajikan dalam kayat mulai berubah. Khalayak lebih banyak meminati kayat yang berunsur pantun lepas (disebut kayat pantun), yang menggambarkan kehidupan muda-mudi sekarang.

B. Penyajian Kayat
Pertunjukan kayat diawali dengan jamuan makan. Kesempatan itu juga digunakan oleh tuan rumah untuk beramah-tamah dengan tetamu. Setelah sholat Isya, tukang kayat mulai mendendangkan lagu pertama, yaitu kayat pantun atau disebut juga kayat muda-mudi, diiringi musik. Pantun-pantun didendangkan secara bergantian, bisa dalam pola berbalas pantun yang utuh, bisa juga salah seorang membawakan baris-baris sampiran dan yang lainnya menyambung dengan baris-baris isi. 

Pertunjukan diselingi dengan dua jenis jeda. Jeda pertama untuk menukar lagu dengan memperlambat bunyi alat musik, tergantung pada jumlah pantun dan respon penonton. Jeda kedua untuk istirahat kira-kira 20 menit. Tukang kayat dan rekan-rekannya merokok, atau makan makanan kecil sambil berbincang-bincang dengan khalayak yang mendekati panggung. Setelah kayat pantun selesai dan penonton berkumpul, didendangkan syair Tangkurak Koriang. Apabila tukang kayat merasa khalayak jenuh dengan syair ini, maka tukang kayat kembali mendendangkan kayat pantun. Untuk pertunjukan yang utuh, kayat ditutup dengan kayat porang dan kayat kanak-kanak.

Di Rantau Kuantan terdapat banyak tukang kayat, diantaranya yang terkenal adalah almarhum Pak Jumaat dan Pak Kamis. 

C. Jenis-jenis Kayat
Berdasarkan kandungan cerita, kayat dapat dikelompokan dalam tiga jenis yaitu kayat kanak-kanak, kayat patun, dan kayat porang.

1. Kayat Kanak-kanak
Kayat kanak-kanak mengisahkan kehidupan anak-anak di surga. Kisah ini menggambarkan kehidupan anak-anak yang meninggal ketika belum baligh dan masih bebas dari dosa. Dalam hidup yang damai dan tenteram di akhirat, mereka mencari dan menolong ibu-bapaknya, serta membimbing mereka ke surga.

Dalam bentuk tradisionalnya yang utuh, kayat ini (bersama kayat porang) merupakan inti pertunjukan dan disajikan sebagai penutup. Seperti halnya kayat porang, untuk menghilangkan kejenuhan khalayak, tukang kayat sering pula menyisipkan kayat pantun, yang pantun-pantunnya sama sekali lepas dari konteks cerita.

2. Kayat Pantun
Kayat pantun berisi pantun-pantun lepas mengenai kehidupan muda-mudi masa kini. Kayat ini selalu muncul mengawali setiap pertunjukan kayat dan menjadi perangsang keterlibatan khalayak di saat-saat jenuh. Tukang kayat mendendangkan pantun-pantun jenaka, menyindir khalayak tertentu, dan menggambarkan romantisme kehidupan muda-mudi. Oleh karena itu seringkali setiap satu pantun didendangkan, khalayak menanggapinya dengan sorak-sorai sehingga suasana pertunjukan menjadi hangat, akrab, dan riang gembira.

Irama yang sering dimainkan untuk mengiringi kayat pantun antara lain Kumbang Putiah Kaki (Kumbang Putih Kaki), Pandang Pulai, Itam Manih (Hitam Manis), Sarinam, Buaian Tonga Hari (Buaian Tengah Hari), Gonjur Sentak (Ulur Tarik), Cinto Putuih (Cinta Putus), Pusiang Kapalo (Pusing Kepala), Hujan Paneh (Hujan Panas), Kutang Barendo (Kutang Berenda), dan Bacorai Kasia (Bercerai Kasih).

3. Kayat Porang
Kayat porang disebut juga Kayat Hasan dan Husin, dua cucu Nabi Muhammad, yang wafat secara tragis dalam perang di Karbala melawan Yazid bin Muawiyah. Dalam sejarah Islam, peristiwa tragis itu mewarnai perkembangan Syi’ah di dunia, dan di nusantara diperingati secara luas seperti terlihat pada kegiatan-kegiatan tradisi 10 Muharam atau hari Assyura, termasuk upacara Tabut (tabuik,di Pariaman Sumatera Barat; atau tabot, diBengkulu).

Dalam kayat porang (kayat perang), dikisahkan bagaimana kepahlawanan Hasan dan Husin, putra Ali bin Abi Talib dengan Siti Fatimah binti Muhammad saw, ketika berperang melawan Yazid bin Muawiyah. Peperangan pecah karena Puti Sari Bonun (anak raja Parsi) menolak lamaran Yazid (raja Damsyik), dan memilih menikah dengan Hasan. Hasan dan adiknya Husin tewas terbunuh. Husin bahkan dipenggal kepalanya oleh Raja Yazid. Terbunuhnya Hasan dan Husen diikuti dengan pemenjaraan istri Hasan (Sari Bonun), dan istri Husin (Zainab), serta seorang putera Hasan bernama Zainal Abidin. Kematian Hasan dan Husen dituntut-balas oleh adiknya, Muhammad Ali Hanafiah. Perang antara pasukan Muhammad Ali Hanafiah dan pasukan Raja Yazid berlangsung seru. Akhirnya pertempuran dimenangkan oleh Muhammad Ali Hanafiah. Semua keluarga yang ditawan Raja Yazid dibebaskan dan Raja Yazid kemudian mati bunuh diri. Muhammad Ali Hanafiah kembali ke Madinah. Akan tetapi, karena melanggar larangan Allah SWT saat ia akan membunuh sepasang suami-isteri yang belum memeluk agama Islam, ia akhirnya terperangkap dalam gua batu dan tidak pernah bisa keluar lagi.

Dalam bentuk tradisionalnya yang utuh, kayat ini (bersama kayat kanak-kanak) merupakan inti pertunjukan. Untuk menghilangkan kejenuhan khalayak, adakalanya tukang kayat menyisipkan kayat pantun, yang pantun-pantunnya sama sekali lepas dari konteks cerita. Penutur kayat porang di Rantau Kuantan sekarang, diantaranya adalah Ruslan (Desa Lumbok Basrah Kecamatan Kuantan Hilir Kabupaten Kuantan Singingi).

Rujukan:
Hamidy, UU. 2000. Masyarakat Adat Kuantan Singingi. Pekanbaru: UIR Press
Indri, Yasrizal. 1992. Bentuk dan Pertunjukan Kayat dalam Kehidupan Masyarakat Rantau Kuantan. Skripsi Pekanbaru: FKIP UIR
Efrianis, esti. 2002. Bentuk dan Fungsi Sastra Lisan Kayat Pantun Kampung Baru Toar Kuantan Singingi. Skripsi. Pekanbaru: FKIP Unri
Zainudin, M. Diah dkk.. 1987. Tradisi Lisan Melayu Riau, Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Melayu Riau Depdikbud, 1987; dan,
Zainudin, M. Diah dkk.. 1986/7. Kayat dan Koba dalam Tradisi Lisan Melayu Riau. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Melayu Riau Depdikbud,
Netri, Ramadhani. 2005. Nilai-nilai Budaya Dan Fungsi Kayat Kanak-kanak di Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi. Skripsi. Pekanbaru: FKIP Unri

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *