Hikayat Awang Sulung Merah Muda

Buku Hikayat Awang Sulung Merah Muda. (foto: guruku.kosabudaya.id)

Setelah mendapat ketujuh orang bunting sulung dimulailah upacara penurunan Lancang Kuning di hilir Sungai Alam atau disebut Linau. Di situ ketujuh orang yang akan dijadikan galang kapal, dimandikan terlebih dahulu serta dilangir dan dibedak limau. Setelah itu tujuh orang bunting disuruh berbaring menelentang dan berbaris di depan Lancang Kuning yang akan diluncurkan.

Sementara itu Dayang Nermah dan Awang Merah Muda sibuk menginca (membacuh) bedak tepung tawar, dan mengikat tiga jenis daun yang akan digunakan pada penurunan Lancang Kuning itu. Ketiga daun itu ialah daun gandar rusa, daun ati-ati dan daun jenjuang. Ketiganya diikat dengan daun ribu-ribu. Setelah itu Awang membaca jampi dan disuruhnya Dayang Nermah menepuk tepung tawar untuk tawari kapal lancang kuning itu. Dia segera mencecahkan daun yang diikat tadi ke dalam bedak dan langsung dilecutkan pada belakang lancang kuning sebanyak tiga kali. Seketika itu juga meluncurlah lancang Kuning yang terdampar selama bertahun-tahun di atas galangnya. Meluncur terus ke sungai melewati tubuh wanita hamil sulung yang sedang menelentang.  

Bacaan Lainnya

Bukan main terkejutnya tujuh orang bunting sulung yang sudah siap menjadi galang. Sebab apa yang mereka takutkan tidak terjadi. Kemudian ketujuh orang ini diberikan seekor kambing oleh Awang Merah Muda sebagai tukar ganti atas kecemasan yang ditimbulkan. Lalu ketujuh orang ini dimandikan dengan darah kambing tersebut sebelum dipulangkan ke rumah masing-masing. 

Beberapa hari saja kapal lancang kuning tertambat, Awang Merah Muda dan Dayang Nermah kembali meminta izin kepada Mak Sikancing untuk melanjutkan perjalanan menuju tanah Jawa. Maka setelah mendapat restu perjalanan pun dilanjutkan. Lewat beberapa minggu menjelang, sampailah Awang bersama Dayang Nermah di Majapahit. Ia dapati Dayang Sri jawa sudah melahirkan seorang putri. Di saat yang bersamaan Raja Segentar Alam sudah pulang dari tanah suci dan bergelar Haji Sultan Mahmud. Sesampai di tanah Jawa singgah ia di Majapahit untuk menjenguk cucunya. 

Ketika berjumpa dengan cucunya itu, Haji Sultan Mahmud kemudian meminta persetujuan Awang Merah Muda dan istrinya Dayang Sri Jawa untuk memelihara anak tesebut untuk dibawa ke Bantan Rawang, untuk kemudian Sultan Mahmud memelihara cucunya itu dan bersama-sama dia di dunia bunian. Awang Merah Muda dan dayang Sri Jawa yang juga memiliki kesaktian paham akan maksud Haji Sultan Mahmud dan mengizinkan permintaan Haji Sultan Mahmud.

Oleh Haji Sultan Mahmud diterimalah putri itu dan dibawa ke Bantan Rawang. Menurut cerita sesampai di Bantan Rawang raiblah kakek dan cucu tersebut di rumpun bambu bunting. Sedangkan Awang Merah Muda, Dayang Nermah dan Dayang Sri Jawa hidup dan menetap di Majapahit. Sedangkan kehidupan Mak Sikancing makin lama makin redup karena tinggal sebatang kara samapai akhirnya ia meninggal. Mak Sikancing dikebumikan di Dekat Sungai Bengkalis.

Sumber:
1. budayamelayuriau.org
2. Hasan Junus. 2002. Sejarah Kabupaten Bengkalis. Bengkalis: Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *