Adat Melayu Riau

Mengaji. Anak-anak mengaji dengan penerangann seadanya di dusun mereka yang berada di kaki Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. (foto: kosabudaya.id)

Contoh lain adat yang diadatkan adalah ketetapan yang dibuat oleh Datuk Bisai, pemimpin rantau nan kurang oso duo puluah (Rantau Kuantan) yang membuat adat beternak dan beladang. Adat ini mengatur hubungan antara peternak dan peladang sehingga tidak terjadi persengketaan, tapi menjadi harmonis dan saling menguntungkan.

Adat yang diadatkan dijelaskan dalam ungkapan:
adat yang diadatkan
adat yang turun dari raja
adat yang datang dari datuk
adat yang cucur dari penghulu
adat yang dibuat kemudian
putus mufakat adat berubah
bulat kata adat berganti
sepanjang hari ia lekang
beralih musim ia layu
bertuhan angin ia melayang
bersalin baju ia tercampak
adat yang dapat dibuat-buat

Bacaan Lainnya

3. Adat yang Teradatkan
Adat yang Teradat
adalah konvensi masyarakat atau keputusan hasil musyawarah yang kemudian dikukuhkan menjadi adat atau aturan. Adat yang teradat lebih banyak merupakan aturan budi pekerti sehingga membuat penampilan manusia yang berbudi bahasa. Adat yang teradat telah dipelihara dari zuriat (generasi) kepada zuriat berikutnya, sehingga menjadi resam (tradisi) budi pekerti orang Melayu. Adat yang teradat dapat dikesan dari aturan panggilan dalam keluarga, masyarakat dan kerajaan, seperti misalnya panggilan ayah, bapak, ibu, emak, abang, kakak, puan. tuan, encik, tuan guru, engku, paduka, datuk, nenek, dan nenek moyang.

Etika berkomunikasi juga termasuk pada adat yang teradatkan. Dalam sopan santun komunikasi paling kurang ada empat panduan atau aturan, yakni kata mendaki, melereng, mendatar, dan menurun.

Kata mendaki yakni adab bertutur terhadap orang tua-tua yang harus dihormati dan disegani. Kata-kata yang dipakai hendaklah terkesan meninggikan martabat atau dengan gaya menghormati. 

Kata melereng yaitu adab berbicara dengan orang semenda. caranya tidak boleh langsung begitu saja. Terhadap orang semenda dalam masyarakat adat, di samping dipanggil dengan gelar, juga dipakai gaya berkias atau kata pelambangan. Gunanya untuk menjaga perasaan dalam rangka menghormati orang semenda itu.

Kata mendatar, yakni cara berkomunikasi terhadap teman sebaya. Dalam keadaan ini kita boleh bebas memakai kata-kata dan gaya. Mulai gaya terus terang, jenaka, kiasan bahkan juga saran dan sindiran atau kritik, sesuai dengan ruang, waktu, dan medan komunikasi.

Kata menurun, yakni komunikasi terhadap orang yang lebih muda dari kita, seperti terhadap adik, anak dan kemenakan, serta orang yang berkedudukan sosial lebih rendah dari kita. Kata-kata yang dipakai memberi petunjuk, ajaran, pedoman dan berbagai pesan mengenai kehidupan yang mulia atau bermartabat. Terhadap yang lebih rendah kedudukan sosialnya barangkali diberi gugahan, agar menjunjung tinggi kejujuran, kerja keras serta memegang amanah dengan teguh, sehingga dia dapat meningkatkan taraf dan kualitas hidupnya.

Adat yang teradatkan disebutkan dalam ungkapan:
adat yang teradat
datang tidak bercerita
pergi tidak berkabar
adat disarung tidak berjahit
adat berkelindan tidak bersimpul
adat berjarum tidak berbenang

yang terbawa burung lalu
yang tumbuh tidak ditanam
yang kembang tidak berkuntum
yang bertunas tidak berpucuk
adat yang datang kemudian
yang diseret jalan panjang
yang betenggek di sampan lalu
yang berlabuh tidak bersauh
yang berakar berurat tunggang
itulah adat sementara
adat yang dapat dialih-alih
adat yang dapat ditukar salin

Selain ketiga tingkatan adat di atas, dikenal juga konsep adat istiadat, yaitu berbagai ketentuan atau perilaku yang sebaiknya dilaksanakan dalam hidup bermasyarakat. Ketentuan atau adab ini dipandang baik, maka telah dilestarikan pula, sehingga juga menjadi tradisi atau resam Melayu. Adat istiadat atau tradisi telah mengatur hubungan manusia dengan alam. Perhatikanlah beberapa panduannya. Kalau berladang dekat padang ternak, sebaiknya ladang dipagar. Kalau beternak, tradisinya ialah pagi dilepaskan petang dikurung, musim berladang digembalakan atau diikat. Kalau hendak masuk rimba belantara jangan takabur terhadap binatang buas dan binatang berbisa. Harimau dipanggil datuk sedangkan lebah sialang dipanggil cik dayang. Kalau mendirikan rumah bertiang, maka pangkal tiang (kayu) sebelah bawah, ujungnya ke atas. Rumah bertiang sebaiknya pakai sendi. Kalau membuka rimba belantara atau mengambil hasil hutan, maka kayu diambil diganti kayu, hutan ditebang diganti hutan. Maksudnya hutan belantara harus dipelihara, jangan diambil sampai rusak binasa.

Rujukan
1. Tenas Effendy. 1991. Adat Istiadat dan Upacara Adat Perkawinan di Bekas Kerajaan Pelalawan. Pekanbaru: Lembaga Adat Daerah Riau & Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Riau
2. Elmustian Rahman, Derichard H. Putra, Abdul Jalil. 2009. Riau Tanah Air Kebudayaan Melayu. Pekanbaru: Program Muhibah Seni Universitas Riau
3. Elmustian Rahman, dkk. 2012. Ensiklopedia Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau
4. Taufik Ikram Jamill, dkk. 2018. Buku Sumber Pegangan Guru Pendidikan Budaya Melayu Riau. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *