Agresi Militer Belanda I dan II di Riau

A.   Pengertian
Agresi Militer Belanda adalah operasi militer yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia yang bertujuan untuk menegakan kembali kekuasaan atas Indonesia. Agresi Militer Belanda pertama kali terjadi pada 21 Juli sampai dengan 5 Agustus 1947, yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I. Belanda kembali melanjutkan pengerahan militernya pada 19 Desember 1948 yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. 

B. Menghadang Pembonceng
Kemerdekaan Indonesia diumumkan oleh Soekarno Hatta pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, tentulah tidak diterima oleh bangsa-bangsa yang pernah menjajah negara ini. Pihak yang paling menginginkan kembali berkuasa di negeri khatulistiwa ini adalah Belanda, menyusul keikutsertaan mereka sebagai pemenang perang dunia kedua yang menghancurkan Jepang, sedangkan negara terakhir itu saat perang tersebut menguasai Indonesia sejak tahun 1942. Belanda masuk kembali ke Indonesia dengan memboncengi tentara sekutu yang disebut memenangi perang dunia kedua. Padahal, kedatangan sekutu sebelumnya untuk melucut keberadaan Jepang di berbagai kawasan dunia termasuk di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Taufik Ikram Jamil, dkk. (2018) menulis, pemboncengan itu menyebabkan terjadinya peristiwa bendera di Mountbatten Hotel, Pekanbaru, 18 November 1945. Di bawah komando Kolonel Hasan Basri, sekitar 1.000 orang pemuda bersenjatakan antara lain tombak dan bambu runcing mengepung hotel tersebut. Pasalnya, mereka melihat, tentara Belanda bekas tahanan Jepang dan ikut menginap di hotel tersebut, berkeliaran di kota dengan angkuh.

Rupanya tindakan pemuda tersebut mengecutkan hati tentara sekutu. Puncaknya mereka terpaksa membiarkan pemuda tersebut menurunkan bendera Belanda dari atas hotel, kemudian menyobek warna birunya. Tak pelak lagi bendera tersebut menjadi bendera merah putih, bendera Indonesia. Tindakan selanjutnya adalah mereka merampas perlengkapan militer bangsa asing yang ada di hotel tersebut untuk digunakan bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan, diringi yel-yel, “Merdeka, merdeka!”

Pembonceng itu ternyata tidak saja Belanda sebagai anggota sekutu dan pemenang perang dunia kedua, tetapi juga oleh kelompok tertentu dengan maksud menguasai wilayah Indonesia. Di Bengkalis, kelompok tersebut membentuk pasukan Angkun pada pertengahan September 1945. Pasukan ini  tidak saja berdatangan dari daerah sekitar seperti Bandul dan Sungaipakning, tetapi juga dari Semenanjung Malaya, di bawah pimpinan Oei Tan Sia. Mereka menghukum semena-mena sejumlah tentara Jepang sehingga memunculkan amarah besar. Pasukan Angkun menemui Bupati Bengkalis, Datuk Ahmad, agar menyerahkan pemerintahan ke tangan mereka. Di bawah pimpinan M. Nurdin Yusuf yang dibantu M. Syarif Harun, Ahmad Maulana, Kosen, dan Rasimin, pemuda Bengkalis menyerbu markas Angkun sekaligus melumpuhkan mereka pada 17 Oktober 1945.

Begitu pula di Bagansiapiapi, tindakan kelompok ini yang tidak menaikkan bendera merah putih di samping kanan bendera mereka sebagaimana perjanjian sebelumnya. Setelah peringatan tidak diindahkan, pemuda merobek-robek bendera kelompok ini. Suasana makin tidak terkendali setelah beberapa hari kemudian, Kapitan Cina terbunuh di markas BKR akibat pedang seorang pemuda bernama Rifa’i Abidin. Tetapi bentrok baru menyeruak besar-besaran pada tanggal 12 Maret 1946. Selain di Bagansiapiapi, pertempuran juga terjadi di Parittangko dan Simpangtukang.

C. Agresi Belanda I
Berbeda dengan pemboncengan yang dilakukan oleh kelompok yang tidak menginginkan kemerdekaaan Indonesia, tindakan serupa juga dilakukan oleh Belanda. Tapi Belanda lebih terkonsep dan menyeluruh. Di dukung penuh oleh sekutu, pertempuran-pertempuran dengan Belanda tidak bisa dihindari. Kawasan-kawasan pesisir seperti perairan di Inderagiri Hilir dan Bengkalis menjadi sasaran penyerangan Belanda sejak akhir 1945.

Di antara pertempuran yang terkenal adalah penyerangan ke Tanjungkilang pulau Durai, 20 Juli 1946.  Tempat ini merupakan pos motor-motor patroli Belanda, berkekuatan tentara satu peleton yang bila-bila masa bisa menambah kekuatannya dari Tanjungbatu, Kepulauan Riau. Dari pulau ini pula mereka senantiasa berpatroli yang menghambat pelayaran di Inderagiri khususnya dari dan ke Singapura. Tokoh pejuang yang muncul dalam peristiwa ini antara lain Kapten Muchtar dan Letnan M. Boya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *