Alam dalam Pandangan Budaya Melayu Riau

Sungai Inderagiri (foto: guruku.kosabudaya.id)

2. Sumber Falsafah dan Dinamika Kebudayaan
a) Sumber Falsafah
Hutan-tanah merupakan sarang-sarang budaya yang menjadi asas kearifan lokal yang kemudian mewujud dalam berbagai bentuk khasanah budaya seperti pantun, syair, nandung, dan petatah-petitih. Beragam khasanah budaya tersebut merupakan sumber tunjuk ajar yang menjadi falsafah (pandangan hidup/penuntun) bagi orang Melayu. Hutan-tanah dengan beragam unsur-unsur pembentuknya adalah guru sebagai tempat belajar yang disebutkan di dalam ungkapan, alam terkembang jadi guru.

Tunjuk ajar Melayu menjelaskan sebagai berikut:
apabila hidup hendak senonoh
hutan-tanah dijadikan contoh
apabila hidup hendak selamat
hutan-tanah jadikan ibarat
apabila hidup hendak berilmu
hutan-tanah jadikan guru
apabila hidup hendak terpuji
hutan-tanah disantuni.

Bacaan Lainnya

b) Dinamika Kebudayaan
Hutan-tanah mempengaruhi kebudayaan Melayu, berkembang atau terhambatnya budaya Melayu bergantung kepada alamnya. Lingkungan alam yang berubah fungsi, maka juga beralih pula landasan kebudayan Melayu. Hukum adat yang menjadi sandaran dan sendi kehidupan bagi orang Melayu sangat tergantung dari ekosistem sungai dan hutan yang terawat dan terpelihara. Hukum adat yang selama ini terekam dan tersimpan secara lisan itu, juga akan mengalami penyusutan makna dan konteksnya.

tanda orang memegang adat
alam dijaga petuah diingat
tanda orang memegang amanah
pantang merusak hutan-tanah
tanda orang berpikiran panjang
merusak alam ia berpantang

3. Sumber Nafkah
Hutan-tanah beserta isinya adalah sumber nafkah dalam pemenuhan keperluan hajat hidup.

Di dalam tunjuk ajar disebutkan sebagai berikut:
kalau tidak ada laut hampalah perut
bila tak ada hutan binasalah badan
kalau binasa hutan yang lebat
rusak lembaga hilanglah adat

Bagan tempat mencari ikan di Rokan, Riau. (foto: guruku.kosabudaya.id)

Sejak masa lalu, orang Melayu hidup dari hutan-tanah. Mereka secara turun-temurun hidup dari hasil laut dan hasil hutan atau mengolah tanah. Mereka memanfaatkan hasil hutan untuk berbagai keperluan, seperti membuat alat dan kelengkapan upacara adat dan tradisi, membuat bangunan, membuat alat dan kelengkapan rumah tangga, alat dan kelengkapan nelayan, alat berburu, alat bertani, dan sebagainya, termasuk untuk ramuan obat tradisional.

Pemanfaatan hutan-tanah sebagai sumber nafkah tidak dieksploitasi dengan sesuka hati. Pemanfaatan ini bersumber dari kesadaran bahwa manusia dan lingkungan alam adalah sesama makhluk. Manusia dan alam saling memberi dan berbagi, bukan saling meniadakan.

makan jangan menghabiskan
minum jangan mengeringkan
kalau makan berpada-pada
kalau minum berhingga-hingga
apabila mengolah hutan-tanah
jaga-pelihara jangan memunah.

Rujukan: Derichard H. Putra, dkk. Budaya Melayu Riau untuk SMA/SMK/MA Kelas X. Pekanbaru: Penerbit Narawita

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *