Evolusi Kampung dan Bandar

Sungai Siak. (foto: guruku.kosabudaya.id)

A. Perkampunngan Melayu
Perkampungan di dalam alam Melayu merupakan wilayah kultural geografis yang berkembang secara evolusi. Kampung dikenali dengan ciri khas keterjalinan kehidupan sosial dalam ikatan kekeluargaan yang kuat. Sifat kekeluargaan menjadikan warga saling mengenal satu dengan yang lainnya, menyelesaikan suatu permasalahan secara bersama-sama, dan kepedulian antar sesama warga yang tinggi. Sementara bandar, nilai-nilai tersebut masih terjaga dengan baik walaupun kian menurun.

B. Tahapan Evolusi
Proses evolutif kampung dan bandar dilalui dalam beberapa tahapan yaitu teratak, dusun, kampung, negeri, rantau, dan kerajaan. Proses tersebut merupakan permulaan kemunculan wilayah-wilayah di alam Melayu. Kampung berada di pertengahan antara pedalaman (tetak dan dusun) dan bandar, sedangkan bandar akan tumbuh setelah wilayah tersebut menjadi pusat perdagangan atau pemerintahan. Pada saat tertentu, kemunculan kampung dan bandar juga disebabkan oleh sesuatu hal misalnya geopolitik, konflik, atau pembangunan pusat ekonomi baru.

Bacaan Lainnya

1. Teratak
Pada masa awal, teratak dibangun sebagai tempat melaksanakan aktivitas ekonomi seperti berladang padi, berkebun sayur, dan mencari ikan. Bangunan di teratak hanya berupa sensudung atau pondok kecil yang digunakan tempat sebagai istirahat. Seiring perjalanan waktu, beberapa keluarga yang masih memiliki hubungan kekerabatan atau berasal dari kampung yang sama kemudian berdatangan. Mereka juga melakukan aktivitas yang sama. Teratak yang pada mulanya hanya ditempati satu atau beberapa keluarga kini semakin ramai. 

2. Dusun
Sensudung dan bagan kemudian berkembang menjadi pondok yang bisa didiami sebagai tempat tinggal. Mereka membawa anggota keluarga dan mulai tinggal menetap. Teratak ditanami berbagai taman keras seperti durian, nangka, rambutan, dan duku. Pada saat yang sama, beberapa keluarga yang lain juga berdatangan. Pondok-pondok yang telah berdiri akan berkembang menjadi berbagai pondok di sekitarnya. Fasilitas umum seperti surau juga telah dibangun. Saat itu, teratak telah berubah menjadi dusun. 

2. Kampung
Dusun berkembang sejalan dengan perkembangan sosial, budaya dan ekonomi. Pondok-pondok telah berkembang menjadi rumah yang telah memiliki ruangan-ruangan dengan fasilitas yang lengkap. Penduduk semakin ramai sehingga pemukiman dibangun berbanjar-banjar (mengelompok). Fasilitas umum seperti masjid, surau, madrasah, laman silat, dan tanah pekuburan telah tersedia sebagai milik bersama. Pemimpin kampung dan struktur sosial kemasyarakatan seperti cerdik pandai, guru silat, bidan, dukun, tetua-tetua kampung, dan tua-tua adat telah terbentuk. Pada saat ini, dusun telah berkembang menjadi kampung.

3. Negeri
Kampung berkembang sesuai dengan perkembangan penduduk yang kian ramai. Dari satu kampung kini telah berkembang menjadi beberapa kampung. Pemimpin negeri dan pemimpin adat telah terbentuk. Balai adat dan rumah adat sudah ada. Kampung yang pertama berdiri akan berubah menjadi kampung tua atau koto. Pada saat ini, kampung telah berubah status menjadi negeri.

4. Rantau
Negeri terus berkembang sejalan dengan perkembangan dinamika masyarakat. Dari satu negeri kini telah berbentuk beberapa negeri. Pada saat yang sama, kepemimpinan negeri-negeri tersebut kini berada di bawah naungan raja atau sultan. Pada saat ini, negeri telah berubah menjadi rantau. 

Dalam pepatah adat disebutkan, luhak berpenghulu, rantau beraja. Maksud pepatah ini adalah luhak (kampung atau negeri) dipimpin oleh seorang penghulu, dan rantau dipimpin atau di bawah kekuasaan raja secara langsung.

5. Kerajaan
Rantau terus berkembang. Wilayah semakin luas dan besar. Kepemimpinan yang ada sudah tidak lagi mampu menjalankan pemerintahan yang baik. Para pemimpin rantau kemudian bersepakat untuk membentuk suatu pemerintahan kerajaan. Maka, dijemputlah anak raja untuk didudukkan menjadi raja di rantau tersebut. Rantau saat ini telah berubah menjadi kerajaan.

Menjemput anak raja merupakan suatu tradisi dalam membentuk pemerintahan tradisional di Riau. Tradisi ini digambarkan dalam pepatah adat, betung tumbuh di mata, yang bearti betung (satu jenis bambu) hanya akan bertunas pada buku. Pepatah ini menggambarkan bahwa yang menjadi raja adalah keturunan raja, tidak bisa diangkat dari rakyat kebanyakan.

Contoh negeri yang menjemput anak raja misalnya Kerajaan Gunung Sahilan, Kerajaan Kepenuhan, dan Kerajaan Rokan IV Koto yang menjemput anak raja dari kerajaan di Hulu. Kerajaan Inderagiri dan Kerajaan Pelalawan menjemput anak raja dari Malaka.

Rujukan:
Derichard H. Putra, dkk. 2024. Budaya Melayu Riau Kurikulum Merdeka untuk SMP/MTs Kelas VII. Pekanbaru: Penerbit Narawita.
Derichard H. Putra, dkk. 2024. Budaya Melayu Riau Kurikulum Merdeka untuk SMP/MTs Kelas VIII. Pekanbaru: Penerbit Narawita

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *