Jati Diri Melayu Riau

Mengaji. Anak-anak mengaji dengan penerangan seadanya di dusun Aurkuning di kaki Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. (foto: kosabudaya.id)

A. Pengertian
Jati diri adalah ciri-ciri, gambaran, atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda. Jati diri juga bearti inti, jiwa, semangat, dan daya gerak dari dalam atau spiritualitas. Jati diri merujuk kepada aspek-aspek dari dalam yang berwujud batiniah, ide atau gagasan abstrak (nilai-nilai), norma, aturan, dan tindakan sosial. Jati diri menitikberatkan kepada aspek-aspek dari dalam sebagai wujud batiniah (intangible), sebagai lawan dari  identitas yang menitikberatkan kepada aspek-aspek luaran sebagai wujud indrawiah (tangible).

Jati diri pada hakikatnya adalah nilai-nilai luhur yang melekat dan mendarah daging dalam diri seseorang, suatu kaum, atau suatu bangsa. Hakikat jati diri menjadi nilai-nilai asas yang dijadikan sebagai acuan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup, dan landasan hidup, yang dipakai terus menerus yang tercermin dalam perilaku dan sikapnya dalam menjalankan hidup dan kehidupan.

Bacaan Lainnya

B. Jati Diri Melayu
Jati diri orang Melayu dapat ditandai dalam tiga aspek dasar yang menjadi pengekal dari kemelayuannya, yaitu agama Islam, resam Melayu, dan bahasa Melayu. Dari tiga aspek tersebut, agama Islam adalah hal yang paling mutlak yang tidak bisa ditanggalkan, dilepaskan, ataupun ditawar. Ia menjadi harga mati dalam Melayu itu sendiri. Sehingga sering didengar bahwa masuk Melayu adalah masuk Islam, dan keluar dari Islam berarti keluar dari kemelayuan.

Meskipun hanya mengakui Islam, kultur Melayu sangat terbuka dan tidak pernah menolak kedatangan kultur lain yang berbeda agama, etnis, bahasa, bangsa, dan negara. Kemajemukan membuat orang Melayu memiliki wawasan yang luas, ilmu pengetahuan yang berkembang, dan memberi peluang kebersatuan keberagaman kultur. Melayu dan Islam dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Melayu berkembang karena Islam dan Islam merupakan jati diri kemelayuan.

1. Agama Islam
Identitas orang Melayu sering diasosiasikan dengan Islam. Menjadi Melayu berarti menjadi Islam. Meninggalkan Islam, berarti keluar dari kemelayuan. Agama Islam menjadi salah satu faktor yang melegitimasi kemurnian dari jati diri kemelayuan tersebut. Islam menjadi tataran nilai moral tertinggi yang melandasi nilai-nilai lainnya. 

Hal ini menjadi salah satu penyebab mengapa orang di luar Islam yang menganut agama Islam disebut “masuk Melayu” dan sebaliknya. Bila orang Melayu keluar dari agama Islam, tanggallah hak dan kewajibannya sebagai orang Melayu. Orang yang keluar dari Islam tidak lagi dianggap sebagai orang Melayu. Di dalam ungkapan adat dikatakan, ”siapa meninggalkan syarak, maka ia meninggalkan Melayu, siapa yang memakai syarak, maka ia masuk Melayu”, atau “bila tanggal syarak, maka gugurlah Melayu.” 

Kekuatan persebatian orang Melayu dengan agama Islam tercermin dalam ungkapan adat:

adat bersendir syarak
syarak bersendi kitabullah
adat adalah syarak semata
adat semata qurran dan sunnah 
adat sebenar adat ialah kitabullah dan sunnah Nabi 
syarak mengata, adat memakai 
ya kata syarak, benar kata adat 
adat tumbuh dari syarak, syarak tumbuh dari kitabullah
berdiri adat karena syarak

Tingkat persebatian kehidupan orang Melayu dengan Islam  tercermin dalam Tunjuk Ajar Melayu (Tenas Effendy: 2004).

apa tanda Melayu jati,
bersama Islam hidup dan Mati

apa tanda Melayu jati,
Islam melekat di dalam hati

apa tanda Melayu jati,
dengan Islam ia bersebati

apa tanda Melayu bertuah, 
memeluk Islam tiada menyalah

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *