Jati Diri Pergaulan di Luar Masyarakat Melayu

Mengunjungi Mertuah dalam upacara perkawinan Melayu Riau. (foto:guruku.kosabudaya.id)

A. Pengertian
Jati diri pergaulan adalah nilai-nilai luhur yang melekat pada diri seseorang yang mesti dipertahankan, diperlihatkan, dan dipegang teguh saat bergaul atau bersosialiasi dengan orang lain. Nilai-nilai jati diri ini akan mampu menata hubungan sosial antar individu, dan kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya agar tercipta suasana yang sejuk dan damai. Hakikat utama dari jati diri  pergaulan adalah adalah mampu menjaga diri sendiri dan menghormati orang lain.

Nilai-nilai luhur jati diri  berada di dalam jiwa seseorang sehingga sering juga disebut sebagai watak, karakter, kepribadian, ataupun sifat. Hal-hal yang mendasar dari jati diri menggambarkan ciri-ciri khas seseorang dan dapat dijadikan sebagai landasan untuk melihat ataupun mengetahui karakter orang tersebut. Jati diri menjadi nilai-nilai asas yang dijadikan sebagai acuan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup, dan landasan hidup, yang dipakai terus menerus yang tercermin dalam perilaku dan sikapnya dalam menjalankan kehidupan.

Bacaan Lainnya

Jadi diri pergaulan di luar masyarakat Melayu berpegang teguh kepada dua aspek dasar yaitu:

• jadi diri orang Melayu 
• jadi diri anak dagang. 

Jati diri orang Melayu merupakan jati diri yang menjadi cerminan dan dipegang pakai oleh orang Melayu. Jati diri ini ditandai dengan tiga ciri utama yaitu agama Islam, resam Melayu, dan bahasa Melayu. Ketiga ciri tersebut tercemin dalam berbagai aktivitas sosial dan budaya masyarakat Melayu. Ketiganya juga menjadi penanda jati diri yang mengekalkan kemelayuan. Sedangkan jati diri anak dagang adalah merupakan jati diri yang dipegang pakai saat berada diperantauan. Kedua aspek jati diri merupakan sistem nilai yang mendasar dan membentuk pandangan dan sikap hidup orang Melayu.

B. Jati Diri Melayu
Jati diri Melayu adalah nilai-nilai luhur yang melekat dan menjadi ciri khas atau karakter orang Melayu. Jati diri ini ditandai dengan tiga ciri utama yaitu agama Islam, resam Melayu, dan bahasa Melayu. Ketiga ciri tersebut tercemin dalam berbagai ritual dan upacara, atapun aktivitas sosial dan budaya. Ketiganya juga menjadi penanda yang mengekalkan kemelayuan. Dari tiga aspek tersebut, agama Islam adalah hal yang paling mutlak yang tidak bisa ditanggalkan, dilepaskan, ataupun ditawar. Asas ini menjadi harga mati dalam Melayu itu sendiri, sehingga sering didengar bahwa masuk Melayu adalah masuk Islam, dan keluar dari Islam berarti keluar dari kemelayuan. Ketiga hal tersebut merupakan sistem nilai yang mendasar dan membentuk pandangan dan sikap hidup orang Melayu.

1. Agama Islam
Agama Islam merupakan landasan utama dan melekat dalam  falsafah kehidupan orang Melayu. Islam menjadi ruh yang memberikan daya dorong dan warna bagi seluruh dimensi adat dan kehidupan masyarakatnya. Seluruh substansi dan simbol Melayu terangkum berdasarkan ajaran dan dasar Islam. Islam menjadi tataran nilai moral tertinggi yang melandasi nilai-nilai lainnya.

Budaya Melayu bukan hanya sekadar dibungkus dengan ajaran Islam, tetapi menjadi inti dan denyut nadi utamanya. Simbol-simbol agama terlihat jelas dalam semua tradisi Melayu.  Sehingga, identitas orang Melayu sering diasosiasikan dengan Islam. Menjadi Melayu berarti menjadi Islam. Meninggalkan Islam, berarti keluar dari kemelayuan. Agama Islam menjadi salah satu faktor yang melegitimasi kemurnian dari identitas kemelayuan tersebut. 

Hal ini menjadi salah satu penyebab mengapa orang di luar Islam yang menganut agama Islam disebut “masuk Melayu” dan sebaliknya. Bila orang Melayu keluar dari agama Islam, tanggallah hak dan kewajibannya sebagai orang Melayu. Orang yang keluar dari Islam tidak lagi dianggap sebagai orang Melayu. Di dalam ungkapan adat dikatakan, ”siapa meninggalkan syarak, maka ia meninggalkan Melayu, siapa yang memakai syarak, maka ia masuk Melayu”, atau “bila tanggal syarak, maka gugurlah Melayu.” 

Kekuatan persebatian orang Melayu dengan agama Islam tercermin dalam ungkapan adat:

adat bersendi syarak
syarak bersendi kitabullah

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *