Kearifan Hubungan Manusia dan Alam

Sungai Inderagiri (foto: guruku.kosabudaya.id)

C. Dialogis
Dialogis bearti bersifat terbuka dan komunikatif. Keterbukaan orang Melayu dalam menjaga dan memanfaakan alam tergambar dari fungsi hutan-tanah. Fungsi tersebut mencakup tiga jenis yaitu penanda eksisteni dan marwah, sumber falsafah dan dinamika kebudayaan, dan sumber nafkah.

1. Penanda Eksistensi dan Marwah
Hutan-tanah beserta unsur-unsur di dalamnya adalah legitimasi dari harkat dan martabat masyarakat Melayu. Keberdaaannya menjadi penanda eksitensi dan simbol marwah, sehingga ketiadaan atau kerusakan alam pada dasarnya adalah kehilangan dari eksistensi dan marwah tersebut. Suatu kaum, puak, atau suku yang tidak lagi memiliki hutan-tanah, maka disebut sebagai masyarakat terbuang, hidup menumpang dan dipandang malang. Tunjuk ajar Melayu menjelaskan sebagai berikut: 

Bacaan Lainnya

Barangsiapa tidak berhutan-tanah
hilang tuah habislah marwah
Apabila hutan-tanah sudah hilang
hidup hina marwah terbuang. 

Pemanfaatan dan pengelolaan hutan-tanah diatur secara melalui lembaga kekuasaan tradisional yang disebut dalam pepatah tali berpilin tiga (adat, ulama, pemerintah). Lembaga ini secara turun temurun menjaga hutan-tanah dari  ini telah berurat-berakar dalam komunal, baik yang berbentuk kerajaan atau kesultanan, maupun kedatuan atau perbatinan. 

2. Sumber Falsafah dan Dinamika Kebudayaan 
Hutan-tanah merupakan sarang-sarang budaya yang menjadi asas kearifan lokal yang kemudian mewujud dalam berbagai bentuk khasanah budaya seperti pantun, syair, nandung, dan petatah-petitih. Beragam khasanah budaya tersebut merupakan sumber tunjuk ajar yang menjadi falsafah (pandangan hidup/penuntun) bagi orang Melayu. Hutan-tanah dengan beragam unsur-unsur pembentuknya adalah guru sebagai tempat belajar yang disebutkan di dalam ungkapan, alam terkembang jadi guru. 

Tunjuk ajar Melayu menjelaskan sebagai berikut:
apabila hidup hendak senonoh
hutan-tanah dijadikan contoh
apabila hidup hendak selamat
hutan-tanah jadikan ibarat
apabila hidup hendak berilmu 
hutan-tanah jadikan guru
apabila hidup hendak terpuji 
hutan-tanah disantuni. 

3. Sumber Nafkah
Hutan-tanah beserta isinya adalah sumber nafkah dalam pemenuhan keperluan hajat hidup. Di dalam tunjuk ajar disebutkan sebagai berikut:

kalau tidak ada laut hampalah perut 
bila tak ada hutan binasalah badan
kalau binasa hutan yang lebat
rusak lembaga hilanglah adat

Pemanfaatan hutan-tanah sebagai sumber nafkah tidak  dieksploitasi dengan sesuka hati. Keseimbangan yang bersumber dari kesadaran bahwa manusia dan lingkungan alam adalah sesama makhluk. Oleh karena itu, alam dan manusia adalah satu kesatuan yang saling memberi, bukan saling meniadakan.

makan jangan menghabiskan 
minum jangan mengeringkan
kalau makan berpada-pada
kalau minum berhingga-hingga
apabila mengolah hutan-tanah
jaga-pelihara jangan memunah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *