Kepemimpinan Tradisional Melayu Riau

Rumah adat Sakai. (foto: budayamelayuriau.org)

Sistem kepemimpinan di Riau dapat dibagi dalam 3 bentuk yaitu kerajaan, kedatuan, dan perbatinan. Sistem kerajaan berlaku dalam wilayah-wilayah kerajaan seperti Melaka, Siak, Pelalawan, Rokan IV Koto, Gunung Sahilan, dan Inderagiri. Kedatuan pada masyarakat adat seperti Rantau Kuantan, Petalangan, Tiga Lorong, sebagian wilayah Kampar. Sedangkan perbatian pada masyarakat suku asli seperti Talang Mamak, Bonai, Sakai, Akit, dan Duonu.

Rentang masa kepemimpinan berdasarkan keterpengaruhan wilayah tersebut dengan kerajaan yang berkuasa. Misalnya, pada suatu waktu wilayah Bengkalis berada dalam kekuasaan Malaka, sedangkan pada masa yang lain berada di bawah kekuasaan Johor ataupun Siak. Wilayah Rantau Kuantan pernah berada di bawah kerajaan Kandis dan Koto Alang, sedangkan pada masa berikutnya menganut sistem kedatuan yang dipimpin oleh Orang Godang atau Datuk Bisai.

Bacaan Lainnya

1. Kerajaan dan Kesultanan
Kerajaan ataupun kesultanan menempatkan raja atau sultan sebagai pemimpin tertinggi dalam suatu negeri. Raja dan sultan diangkat dari garis keturunan raja-raja terutama keturunan langsung dari raja yang berkuasa. Dalam melaksanakan pemerintahan, raja atau sultan dibantu oleh pembesar-pembesar kerajaan.

Pada Kesultanan Siak, sistem pemerintahan dirumuskan oleh Sultan Abdul Jalil Rakhmat Syah. Sistem ini mengatur bahwa sultan memiliki Dewan Kesultanan sebagai pembantu sekaligus penasihat sultan. Dewan Kesultanan terdiri dari Datuk Tanah Datar, Datuk Lima Puluh, Datuk Pesisir, dan Datuk Kampar. Selain keempat datuk tersebut, terdapat pula datuk lainnya yaitu Datuk Bintara Kanan dan Bintara Kiri yang bertugas dalam pengaturan tata pemerintahan, hukum dan undang-undang kesultanan, Datuk Laksmana bertugas mengatur kelautan, dan panglima untuk mengatur wilayah daratan. 

Pemerintahan daerah-daerah diatur dan dipimpin oleh para kepala suku yang mempunyai gelar penghulu, orang kaya, dan batin. Ketiga jabatan tersebut tingkatannya sama, hanya saja bagi Penghulu mereka tidak memiliki hutan tanah (tanah ulayat). Penghulu juga memiliki pembantu, yaitu: Sangko Penghulu (wakil penghulu), Malim Penghulu (pembantu urusan agama), dan Lelo Penghulu (pembantu urusan adat). Sedangkan Batin dan Orang Kaya adalah orang yang mengepalai suku asli misalnya Perbatinan Sakai, yang diwariskan secara turuntemurun. Batin memiliki hutan tanah (tanah ulayat). Di dalam bertugas, batin dibantu oleh: Tongkat (pembantu dalam urusan yang menyangkut kewajiban-kewajiban terhadap sultan), Monti (pembantu urusan adat), dan Antan-antan (pembantu yang dapat mewakilkan seorang Tongkat atau Monti jika keduanya sedang berhalangan).

Pada wilayah Kerajaan Gunung Sahilan, terdapat khalifah  yang memimpin wilayah kekhalifanan yang sekaligus sebagai wakil raja di daerah. Khalifah bertugas membantu raja dalam menyelesaikan masalah-masalah tertentu, terutama yang berkaitan dengan agama dan adat. Khalifah tidak berhak mencampuri urusan dalam negeri yang berada di bawah pengawasannya secara langsung tanpa persetujuan Dewan Menteri.

2. Kedatuan
Sistem kedatuan pada dasarnya negara yang bersifat federasi yang  mana seorang datuk yang menguasai atau memimpin suatu wilayah berdaulat bersepakat secara bersama-sama untuk membentuk suatu negeri serikat. Dalam menjalankan suatu roda pemerintah, para datuk akan memilih salah seorang sebagai pemimpin mereka.

Salah satu contoh kedatuan adalah Kedatuan Muara Takus. Para datuk yang berkuasa pada wilayah-wilayah dalam kekuasaan Muara Takus membentuk suatu pemerintaha federasi yang dipimpin oleh seorang datuk yang digelar Datuk Rajo Ninik Dubalai. Pusat pemerintah kedatuan ini berada di Motangkui atau Muara Takus saat ini.

3. Perbatinan
Kepemimpinan batin dianggap sebagai kepemimpinan purba yang telah ada sebelum kerajaan-kerajaan berdiri di Riau.  Pada masa kerajaan, batin-batin mengaku setia dengan kerajaan-kerajaan yang menaungi wilayahnya. Batin-batin yang berada di Bengkalis dan Sakai misalnya menyatakan kesetian mereka kepada Kerajaan Melaka dan Kerajaan Siak, sedangkan Batin Talang Mamak menyatakan kesetiaan mereka kepada Kerajaan Inderagiri.

Pada masyarakat Talang Mamak, selain batin juga terdapat keberadaan seorang patih yang menjadi  pemimpim adat tertinggi. Patih dianggap sebagai penyusun adat yang mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting. Namun saat ini, posisi patih semakin kehilangan legitimasi, yang akhirnya digantikan oleh batin.

Setiap petalangan (kampung) Talang Mamak mempunyai perangkat pemerintahan yang terdiri dari Batin (Penghulu), Mangku atau Pemangku, Munti, Penghulu Muda dan orang tua-tua. Kekuasaan Batin selain berfungsi sebagai penjabat menjalankan pemerintahan, juga sebagi hakim yang memutuskan sesuatu perkara yang terjadi di lingkungan perkampungannya. Namun, perkara yang dapat diadilinya terbatas hanya perkara  dengan hukuman berupa denda misalnya denda seekor kambing atau ayam dua ekor, beras, atau emas.

Pada masa lalu, struktur masyarakat Talang Mamak bisa dilihat sebagai berikut:
Sultan Kerajaan Inderagiri, mengatur dan memelihara hukum dalam kerajaan
Patih, berkedudukan sebagai menteri khusus yang mengatur Suku Talang Mamak. Patih mengatur masyarakat Talang Mamak dengan ketentuan adatnya.
Batin, pelaksana pemerintahan
Monti, pembantu batin yang mengatur dan menyelesaikan berbagai masalah adat
Dubalang, pembantu  batin dalam menjalankan sanksi atau denda adat
Pengulu, pembantu yang menerima pengaduan dan menjalankan keputusan adat yang ditetapkan oleh batin dan monti
Dukun atau bomo yang bertugas sebagai tenaga kesehatan dan pelaksaaan ritual dan upacara.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *