Kesantunan Berbahasa Melayu Riau

Upacara Antar Belanja Perkawinan Melayu Riau. (foto: guruku.kosabudaya.id)

A. Pengertian
Santun bearti halus dan baik atau kebiasaan yang baik dan disepakati dalam lingkungan pergaulan. Santun dibentuk oleh dua aspek yaitu bahasa (budi bahasa) dan perilaku/pekerti (budi pekerti). Bahasa berkaitan dengan tutur kata, sedangkan perilaku berkaitan dengan tingkah laku. Kesantunan berbahasa menekankan kehalusan tutur kata sehingga sering disebut budi bahasa, sedangkan kesantunan berperilaku menekankan kelembutan tingkah laku sehingga sering disebut budi pekerti.

Kedua hal tersebut dijelaskan Raja Ali Haji sebagai berikut:

Bacaan Lainnya

“…. adab dan sopan itu
daripada tutur kata juga asalnya,
kemudian baharulah pada kelakuan.”

Kesantunan  berbahasa berfungsi untuk menjaga dan menuntun perkataan, dan  kesantunan perilaku berfungsi untuk mengatur dan menata perbuatan. Kedua bentuk kesantunan tersebut mengarahkan seseorang untuk berkata dan berbuat yang patut saat berinteraksi dengan orang lain. Penerapan keduanya bertujuan untuk menyelaraskan perkataan dan perbuatan agar tertib dan tidak melanggar nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat.

Kesantunan berkaitan erat dengan persoalan aib dan malu, sehingga ketidaksantunan sama dengan membuka aib dan membuat malu. Pada saat seseorang tidak mampu menjaga kesantunan, maka sesungguhnya telah membuka aib sendiri untuk dipertontonkan orang lain, sekaligus dianggap tidak tahu malu. Hal ini menyebabkan orang Melayu selalu menjaga kesantunan yang dianggap sebagai salah satu marwah diri.

Tunjuk ajar menjelaskan seperti di bawah ini:

berbuah kayu rindang daunnya
bertuah Melayu terbilang santunnya
elok kayu karena daunnya
elok Melayu karena santunnya

(Tenas Effendy: Kesantunan Melayu , 2010:1)  

Kesantunan seseorang di dalam budaya Melayu diukur melalui seberapa tinggi seseorang dalam memahami dan menerapkan nilai-nilai, norma-norma, dan hukum serta aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah Swt, dan yang dirumuskan oleh manusia. Sumber nilai dan hukum tersebut termaktub di dalam tiga tingkatan adat, yaitu:

adat yang sebenar adat
adat yang diadatkan
adat yang teradatkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *