Seni Pertunjukan Koba

Pertunjukan koba. (foto: guruku.kosabudaya.id)

A. Penggertian
Koba adalah pertunjukan cerita dilagukan yang dituturkan oleh seorang tukang koba. Cerita koba umumnya berkisah tentang pengembaraan tokoh atau pahlawan-pahlawan rekaan. Sebagian cerita diiringi musik berupa gendang gebano atau bebano yang dibawakan oleh tukang koba sendiri. Alat musik berfungsi sebagai pengatur ritme lagu, dan setiap tukang koba memiliki irama lagu khas masing-masing. Pertunjukan koba diselenggarakan dalam perayaan-perayaan sosial seperti pernikahan, turun mandi dan sunat rasul.

Koba berkembang di negeri-negeri di sepanjang pesisir dan pedalaman Sungai Rokan (sekarang secara administratif menjadi Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Rokan Hulu) yang memakai bahasa Melayu logat Rokan, dan di Mandau (sekarang secara administratif menjadi Kabupaten Bengkalis) yang memakai bahasa Melayu logat Sakai. 

Bacaan Lainnya

Tradisi lisan ini ditampilkan pada malam hari sesudah Isya, kadang sampai pagi. Bila dalam satu malam cerita yang disajikan belum tamat, maka koba dilanjutkan pada malam berikutnya, sehingga seringkali untuk menamatkannya diperlukan waktu sampai enam malam. Pertunjukan koba berlangsung sebagai ekspresi bebas dan professional tukang koba, atau bersempena perayaan-perayaan sosial seperti perhelatan pernikahan, sunat rasul, mencukur anak, dan lain-lain. Penyajian koba yang profesional dilaksanakan di tempat-tempat keramaian (seperti di los-los pasar), atau di rumah keluarga yang punya hajat. Tempat penampilan tidak memerlukan ruang dan penataan khusus. 

B. Penyajian Koba
Menjelang koba disajikan, tukang koba biasanya makan sirih bersama-sama khalayak. Kemudian dia mendendangkan sejumlah pantun yang berisikan kisah singkat perjalanan hingga sampai di tempat berkoba, dan menyampaikan terima kasih kepada khalayak yang hadir. Adakalanya, khalayak membalas pantun-pantun yang disampaikan tukang koba. Bila tukang koba menggunakan alat musik, maka penceritaannya selalu diawali dengan pukulan-pukulan ritmis gendang.

Di sepanjang penceritaan, tukang koba mengambil waktu jeda. Waktu untuk beristirahat ini diisi dengan minum kopi, merokok, sambil makan sirih, serta berbincang dengan khalayak. Isi perbincangan beragam, bisa mengenai penggal cerita yang baru dituturkannya, bisa pula mengenai kehidupan sehari-hari dirinya atau khalayaknya. Bila waktu jeda dirasakan oleh khalayak terlalu lama, maka di antara khalayak akan ada yang menyindir dengan mendendangkan pantun. Pantun sindiran itu biasanya dijawab oleh tukang koba, dan ‘jual-beli’ pantun di antara dua bagian penceritaan ini menambah hangat suasana. Suasana hangat juga dibangun melalui pantun berkias tukang koba tentang kecantikan, perangai, dan kata-kata salah seorang atau lebih khalayaknya. Bagi tukang koba profesional, menunda-nunda kelanjutan cerita tersebut juga dimaksudkan sebagai pemancing minat khalayak, dan khalayak yang tidak sabar dapat menawarkan dan memberikan bayaran tambahan kepada tukang koba, agar kobanya segera dilanjutkan. Dengan demikian, keseluruhan suasana dalam peristiwa berkoba semakin akrab, bersahaja, dan cenderung gembira atau menghibur.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *