Makanan Tradisi pada Upacara Adat Melayu Riau

Makan Berhidang dalam upacara perkawinan (foto: guruku.kosabudaya.id)

Bila akan dihidangkan, lemang dikeluarkan dari dalam buluh dengan cara membelahnya, Biasanya lemang dimakan dengan tapai pulut (pulut yang telah difermentasi) atau dengan rendang, gula, atau bahan-bahan manis lainnya.

Nilai budaya yang dapat disimpulkan dari lemang adalah ungkapan kegembiraan.  Rasa lemang terdiri atas rasa asin, manis, dan gurih. Perbancuan rasa manis, asin, dan gurih dinilai sebagai ungkapan kegembiraan. Lemang hanya dibuat dan disajikan dalam upacara kegembiraan. Selain itu, gambaran keeratan hubungan sesama manusia juga tergambar dari pulut yang digunakan untuk membuat lemang.

Bacaan Lainnya

d) Wajik atau Nasi Manis
Wajik disebut juga nasi manis. Dibuat dari pulut yang dimasak dengan santan atau ada juga yang tidak pakai santan. Penganan ini biasanya dibuat dan disajikan ketika hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dan ada juga dibuat dan disajikan ketika diselenggarakannya kegiatan tertentu seperti batobo, rarak godang, silat, dll. Namun, dalam perkembangan berikutnya, wajikdibuat untuk arisan keluarga, menjamu tamu, dan pada acara lainnya. Ada terdapat dua jenis wajik yang ditemukan di tengah masyakat, yaitu wajik tanpa santan dan wajik menggunakan santan.

Meski tidak menggunakan santan, wajik tanpa santan tetap menggunakan kelapa sebagai bahannya. Wajik ini disajikan sebagai makanan upacara adat dan juga sebagai hidangan keseharian. Wajik jenis ini digolongkan lagi menjadi dua bagian yaitu wajik hidangan upa­cara bersunat dan wajik untuk upacara bertunangan. Bahan-bahan dari kedua wajik itu yakni, beras pulut, gula merah, kelapa parut dan sedikit garam. Perbedaannya terletak pada komposisinya, wajik untuk lamaran penganten diperlukan gula merah yang lebih banyak, perbandingannya yaitu beras pulut 1 kg, gula merahnya 11/2 kg, kemudian kelapa parut, dan sedikit garam.

e) Pulut
Pulut atau ketan dikenal dengan dengan dua jenis, yaitu pulut biasa (putih) dan pulut hitam. Pulut dimasak dengan cara ditanak atau dikukus, dan menjadi bahan penting dalam ritual dan upacara adat seperti majelis perkawinan, hari kelahiran, upacara khatam Alquran, berkhitan, bertindik, upah-upah, dan upacara pengobatan. Pulut sering dimakan bersama durian dan goreng pisang atau bahan untuk membuat kuih-muih seperti lemang, bubur pulut dan wajik.

Bahan utama untuk membuat wajik yang meng­gunakan santan adalah beras pulut, santan kelapa, gula me­rah, dan sedikit garam. Cara pengolahannya, apabila digunakan untuk hidangan upacara atau hajatan yang melibatkan para kerabat dan tetangga terdekat. Per­tama-tama beras pulut dicuci bersih, lalu direndam semalam. Setelah itu, ditiriskan, kukus sampai matang, angkat dan dinginkan. Kemu­dian, masukkan gula merah, santan kelapa dan garam di belanga, lalu rebus sampai mendidih dan me­ngental. Selanjutnya, masuk­kan pulut yang telah dikukus tadi dan aduk dengan pengalu hingga rata, sampai adonan tersebut tidak lengket di belanga kurang lebih satu jam. Setelah itu, angkat dan letakkan dalam loyang atau dibentuk sesuai dengan yang diinginkan.

Di samping menggunakan wajik yang tidak memakai bahan santan, kadang-kadang masyarakat juga menggunakan wajik yang memakai santan, bisa juga hanya memakai salah satu di antara keduanya. Wajik yang menggunakan santan kelapa biasanya dibuat dan dikonsumsi oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dalam acara-acara seperti menjamu tamu, arisan keluarga, atau lebaran.

Nilai-nilai dalam wajik dapat disimpulkan sebagai persebatian atau keeratan hubungan antar manusia. Nilai Persebatian  hakikatnya adalah nilai persatuan dan kesatuan yang menjadi yang menjadi asas dari terwujudnya kerukunan hidup antar kaum, suku, sesama masyarakat, dan antar bangsa. Melalui persatuan inilah di jalin kerja sama antar anggota masyarakat tanpa memandang dari mana asal usulnya. Gambaran keeratan hubungan antar manusia dalam upacara seperti bertunangan, batobo, rarak godang, silat, dan lain sebagainya, yang mengharuskan makanan wajik ada dalam kegiatan tersebut. Keeratan tersebut digambarkan setiap makanan yang terbuat dari bahan pulut.

f). Gelamai
Galamai sering disajikan pada perayaan-perayaan penting seperti hari raya Islam, majelis pernikahan, turun mandi, muyawarah adat dan sebagainya. Sebagian masyarakat juga galamai atau kalamai.

Bahan untuk membuat gelamai adalah tepung pulut yang kering, gula (gula pasir, gula merah, gula Melaka, gula hijau atau gula kabung). Santan harus segar dan diperoleh dari kelapa yang baru dibelah. Pengolahannya, kelapa diambil santannya kemudian dimasak dengan gula dan tepung sambil terus diaduk. Masak sampai mengental (kira-kira tinggal 1/3 bagian).

Memasak gelamai biasanya menggunakan kayu api sebagai bahan pembakar dan memakan waktu lama serta memerlukan banyak tenaga. Oleh karena itu, untuk mengaduk gelamai biasanya dibuat secara gotong-royong dengan melibatkan seluruh anggota keluarga. Dengan demikian, membuat gelamai juga menjadi ajang mempererat hubungan sosial dan emosional. Gelamai yang telah masak biasanya dibagi-bagikan kepada keluarga dan tetangga terdekat. Sekiranya gelamai hendak dibungkus, gelamai harus didinginkan semalaman. Biasanya, gelamai dimasukkan ke dalam bekas mengkuang yang berbentuk bulat atau beranyam. Cara ini gelamai dapat disimpan selama satu hingga dua minggu sebelum disajikan.

Di sebagian masyarakat, gelamai disediakan khusus untuk upacara perkawinan. Pihak keluarga pengantin perempuan akan mengaduk gelamai lebih kurang seminggu atau dua minggu sebelum pelaksanakan majelis perkawinan. Gelamai yang sudah masak dituang ke dalam bakul kecil. Gelamai akan dibawa ke rumah pengantin lelaki pada acara adat menyalang atau berladang. Kini gelamai diusahakan secara komersial dan dapat dibeli di pasar yang menjual makanan.

Cara menghidangkan penganan ini dalam suatu perhela­tan jika disuguhkan kepada para ninik mamak, diletakkan di atas dulang tinggi (dulang berkaki). Gelamai melambangkan penghulu dalam suku, orang bijaksana yang berhati lapang dan beralam luas, ibarat gelamai yang lembut tetapi apabila ditarik maka ia akan berketerusan, tidak putus begitu saja.

7. Lepat
Lepat sering dijadikan penganan pada upacara adat dan perayaan-perayaan semisal penabalan pemimpin adat, majelis perkawinan, dan upacara daur hidup. Penganan ini dibuat dari pulut, pisang, ubi, atau beras, diberi santan kemudian dikukus.Beberapa jenis lepat yang dikenal adalah lepat bugih, lepat inti, lepas baluo, dan lepat periuk beruk.

Membuat lepat cukup sederhana. Misalnya membuat lepat periuk beruk. Bahan-bahan seperti pisang diaduk dengan tepung beras atau tepung terigu, diberi sedikit garam dan kelapa. Adonan dimasukan ke dalam periuk beruk (kantong semar), kemudian kukus hingga matang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *