Sejarah Peradaban Melayu pra-Islam 

Candi Muara Takus di IV Koto Kampar, Kampar, Riau. (foto: kosabudaya.id)

5.  Kerajaan Keritang
Kerajaan Keritang berpusat di Keritang, Inderagiri Hilir. Kerajaan ini disebutkan di dalam kitab Negara Kertagama  yang  merupakan sebuah kerajaan cukup besar sehingga dianggap penting bagi kerajaan Majapahit. Kerajaan Keritang berakhir setelah rajanya yang bernama Raja Merlang ditawan oleh Malaka. Raja Merlang menikah dengan anak raja Malaka, Sultan Mansyur Syah, dan memiliki seorang anak yang bernama Nara Singa. Nara Singa kemudian diangkat menjadi raja pertama Kerajaan Indragiri sekaligus berakhirnya Kerajaan Keritang.

6. Kerajaan Gasib
Kerajaan Gasib diperkirakan telah berdiri pada abad ke-14 atau 15 Masehi. Pusat kerajaan Gasib berada di tepi sebuah anak sungai yang bernama Gasib yang berada di Hulu Kuala Mandau. Kekuasaan Kerajaan Gasib meliputi wilayah sepanjang sungai Siak yang dimulai dari Bukit Seligi Tapung Kiri di hulu hingga Bukit Langgak, Tapung Kanan di hilir

Bacaan Lainnya

Pada tahun 1444-1447, Kerajaan Malaka menaklukan Gasib dan menawan raja Gasib yang bernama Permaisura. Setelah ditaklukkan Malaka, Gasib memasuki era kepemimpinan yang beragama Islam. Sultan Malaka yaitu Sultan Mansyur Syah kemudian mengangkat anak raja Gasib, Megat Kudu untuk menjadi Raja Gasib di bawah perlindungan Malaka. Megat Kudu kemudian memeluk agama Islam dan menjadi menantu raja Malaka. Ia bergelar Sultan Ibrahim.

7. Kerajaan Kuantan
Kerajaan Kuantan beribu kota di Sintuo, seberang kota Telukkuantan. Pada saat Kuantan tidak memiliki raja, datanglah raja dari Bintan yang bernama Sang Sapurba. Kedatangan Sang Sapurba dielu-elukan oleh rakyat Kuantan, yang  kemudian diangkat menjadi Raja Kuantan bergelar Tri Murti Buana.

8. Kerajaan Katangka
Kerajaan Katangka diperkirakan berdiri di Kampung Muara Takus, Kampar. Catatan sejarah kerajaan ini masih sangat minim sehingga belum dapat digambarkan secara gamblang.

Kata katangka bermakna sebagai bangunan yang berbentuk stupa, berasal dari kata katanko atau kelangko. Istilah kelangko ini dapat juga bermakna tempat suci. Motif bangunan dituangkan dalam bentuk anyaman dan disimpan di katang atau katang-katang.

Katangka juga disebut berasal dari kata kalangka, gabungan dari dari dua kata yakni kala dan anka. Kata kala mengacu pengertian pada waktu tengah hari, sedangkan anka, setidak-tidaknya mengacu kepada makna liku, ukiran, dan tanda.

Pemaknaan lain dari katangka disebut berasal dari kata karangko, artinya tempat tinggi sebagai tempat pengintaian. Ini sejalan dengan keberadaan Katangka di suatu tempat yang tinggi dibandingkan dengan sekitarnya. Dari tempat ini, terlihat tempat-tempat lain seperti Batubersurat, Tanjungalai, Muaramahat, Kotodalam, Shindu, Kotatengah, Kototuo dan Muara Takus. Di samping Katangka, juga terdapat banyak gundukan tanah yang disebut sebagai kuburan jin.

Rujukan:
Elmustian Rahman, dkk. 2012. Ensiklopedia Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau.
Derichard H. Putra, dkk. 2024. Budaya Melayu Riau Kurikulum Merdeka untuk SMP/MTs Kelas VIII. Pekanbaru: Penerbit Narawita
Taufik Ikram Jamil, dkk. 2018. Buku Sumber Pegangan Guru Pendidikan Budaya Melayu Riau. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *