Cerita Rakyat Asal Mula Nama Bengkalis

Buku Cerita Rakyat Daerah Riau. (foto: folklor.kosabudaya.id)

“Kalau begini terus hidup kita tak juga bisa berubah,” lanjut hiu muda lagi.

Akhirnya mereka terdiam, kedua anak beranak itu hanyat terbawa pikirannya masing-masing. 

Bacaan Lainnya

“Kalau itu maumu, apa hendak dikata,” ujar emak hiu akhirnya. Suasana hening sejenak. Hiu muda melihat wajah emaknya sekilas. Dia melihat guratan kesedihan yang dalam di sana. Namuan hati hiu muda tak lah luluh. Tekadnya sudah bulat.

“Tapi ingat pesan mak, jaga diri baik-baik. Ayam jantan di kampung sendiri, ayam betina di kampung orang,” ibunya menasihati.

 Keesokan harinya dengan restu ibunya, maka berangkatlah hiu muda ke sebuah selat yang baru, selat Bangka namanya.

***

Di sebuah negeri lain, nun di ceruk di sudut sana, seekor ikan bilis sudah dua hari ini sering melamun. Badannya kian kurus, kepalanya tambah besar dari badan, selera makannya hilang sama sekali. Biasanya, setiap ia menyantap makanan apapun yang dihidangkan emaknya, ikan bilis selalu berselera. Digoreng, dipindang, dibakar atau apapun nama masakan itu, asalkan emaknya yang memasak akan disantap tak bersisa.

Melihat tingkah anaknya yang lain dari biasanya, bertanya emak ikan bilis pada anak satu-satunya tersebut.

Jauhlah jauh nak si Ujungbatu
Anak Sakai memancing ikan
Kalaulah boleh Nak emak tahu
Apa gerangan yang dikau pikirkan

Mendengar emaknya bertanya tiba-tiba, ikan bilis kian cemberut. Ia tidak segera menjawab pertanyan emaknya. Malah ia pergi ke biliknya. Mengunci pintu dari dalam dan tidak keluar-keluar lagi.

Melihat hal itu, emak ikan bilis tambah tak paham. Ia ketuk-ketuk pintu bilik Bilis, tapi tak disahut anaknya. Akhirnya ia tinggalkan anaknya sendiri di biliknya. Emaknya pergi ke dapur sambil melete, menggerutu sendiri, “Ntah apalah anak ni kiranya, nak berbini agaknya.”

Mendengar lete emaknya dari kejauhan, ikan bilis berlari mengejar emaknya, dan tiba-tiba memeluk emaknya dari belakang.

“Emaaaaaaakkk,” jerit ikan bilis.

Emak ikan bilis terkejut bukan kepalang. Dikira anaknya telah berubah pikiran, mungkin mau membunuhnya, atau apa. Namun, ikan bilis malah tersenyum sambil memalingkan mukanya. Melihat hal itu, emak ikan bilis bertambah heran. Sebelumnya bermuka masam eh malah sekarang tertawa.

“Bilis, mengapa dikau. Tersampuk jembalang mana pula dikau ni,” ujar emak ikan bilis geram.

Namun ikan bilis tidak menjawab, ia senyum tersipu malu.

 “Ada apa dikau nak,” kata emak ikan bilis lagi.

“Begini emak,” ucap ikan bilis lembut kepada emaknya.

“Emak! sebetulnya…” ikan bilis diam sejenak, ia tidak melanjutkan ucapannya.

“Sebetulnya apa…?” Tanya emak ikan bilis penasaran.

“Sebetulnya… aku kan dah besar, tengoklah kawan sepermainanku telah menikah semua. Malahan sudah ada yang punya anak lebih dari dua. Sedang aku…?” Ikan bilis diam menyurukkan mukanya ke tiang yang di hadapannya. Jari telunjuknya ia letakkan ke bibirnya. Ia malu mengutakaran kepada emaknya.

“Sedangkan dikau kenapa, bilis?” Celetuk emaknya lagi penuh perhatian.

“Sedang aku belum menikah. Jangankan menikah… teman perempuan saja belum punya.”

“Oh dikau nak menikah kiranya,” tebak emaknya.

“Iya…,” jawab bilis malu-malu.

“Itu bukanlah masalah bilis…!” Ujar emaknya.

“Kan anak gadis pamanmu banyak… Dikau bisa pilih satu yang mana yang dikau suka.”

“Itulah masalahnya emak.”

“Masalahnya apa,” kata emak bilis menatap mata anaknya.

“Aku ingin, istriku nanti tidak dari kampung kita ini. Aku mau dari negeri jauh, sangat jauh dari kampung kita. Jadi, aku ingin merantau ke Selat Melaka, mana tahu di sana saya menemukan gadis yang jelita dan mau menjadi pendampingku sehidup semati,” jelas ikan bilis panjang lebar kepada emaknya.

“Tapi anakku! Apa mungkin dikau bisa merantau sejauh itu. Bukankah negeri Melaka sekian purnama jauhnya dari kampung kita. Bukankah juga negeri orang tidaklah sebaik dan sedamai kampung kita.”

“Tapi emak… aku ingin beristri gadis Melaka.”

“Di kampung kita juga banyak gadis yang cantik-cantik tak lah kalah dari gadis-gadis di Melaka itu.”

“Tapi mak…,” kata bilis tersendat. “Ya, sudahlah kalau emak tak boleh,” ujar ikan bilis merajuk.

 Berhari-hari emak ikan bilis memikirkan keinginan anaknya. Karena keinginan anaknya begitu kuat, akhirnya emak ikan bilis pasrah dan menyerahkan keputusan itu kepada ikan bilis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar