Cerita Rakyat Asal Mula Pulau Sangkar Ayam

Buku Cerita Rakyat Daerah Riau. (foto: folklor.kosabudaya.id)

Pendekar Katung dan orang-orang kepercayaannya merasa malu dengan kekalahan tersebut, apalagi yang menyaksikan pertarungan tersebut tidak hanya dari negeri Serimba, tapi juga dari kampung-kampung terdekat, Pendekar Katung jadi naik pitam.

“Tidak mungkin ayamku kalah!” hardik Pendekar Katung

Bacaan Lainnya

Bujang Kelana yang mengetahu dirinya terancam oleh pengawal Pendekar Katung, segera melarikan diri ke Pantai Solop menemui Tuk Buta. Tidak berapa lama datang Pendekar Katung diikuti pengawal-pengawal setianya.

Pertarungan pun tak bisa dielakan, Bujang Kelana di serang sekian puluh orang sekaligus, namun Bujang Kelana tidak mengalah begitu saja, sebelum ajal berpantang mati, tekatnya.

Di saat pertarungan hidup mati itu sedang berlangsung, secara tiba-tiba salah seorang pengawal Pendekar Katung menusukkan tomboknya, untung tombak itu hanya mengenai paha Bujang Kelana, namun karena Bujang Kelana telah terluka, ia tidak kuat lagi melawan para pengawal Pendekar Katung.

Secara tiba-tiba, melompat Tuk Buta dari balik semak-semak, dengan secepat kilat dikokangnya Pendekar Katung dari belakang, Pendekar Katung meronta dan berusaha melepaskan diri dari Tuk Buta.

“Bujang Kelana! Cepat tusuk pendekar laknat ini,” teriak Tuk Buta kepada Bujang Kelana.

Bujang Kelana tidak bisa langsung menusukkan pedangnya kepada Pendekar Katung, ia masih kewalahan melawan serangan para pengawal Pendekar Katung.

“Cepar Bujang Kelana, tubuh Pendekar Katung akan tembus ditusuk pedang jika ia dipeluk orang buta,” teriak Tuk Buta lagi

Ketika para pengawal Pendekar Katung terdesak dan sebagian melarikan diri ke semak-semak, kesempatan itu tidak disia-siakan Bujang Kelana, secepat kilat ia sudah di depan Pendekar Katung yang masih di peluk Tuk Buta dari belakang dan langsung menusukkan pedangnya bertubi-tubi ke dada Pendekar Katung.

Tuk Buta pun seketika menghempaskan tubuh Pendekar Katung ke tanah. Pendekar Katung jatuh tersungkur bersimbah dara, Tuk Buta pun mendekatinya lagi dan menusukkan tombaknya yang panjang ke perut Pendekat Katung.

“Hey Katung,  kau tahu siapa aku, aku adalah yang kau bunuh dulu dan kau buang di hutan, namun tuhan berkata lain, ternyata umurku masih panjang, seseorang telah menyelamatkanku,” ejek Tuk Buta kepada Pendekar Katung yang sekarat.

“Yang menyelamatkanku adalah gurumu, Katung. Beliau yang membuka rahasia kelemahan engkau,” lanjut Tuk Buta lagi.

Tak lama kemudian Pendekar Katung pun mati. Melihat tuannya telah mati, para pengawal Pendekar Katung yang masih selamat segera melarikan diri, menuju kampung mereka negeri Serimba.

“Mari kita jemput Intan Suri,” ajak Tuk Buta kepada Bujang Kelana.

Belum sempat di jawab Bujang Kelana, tiba-tiba Intan Suri muncul dari balik semak-semak dengan muka yang berlumuran darah.

“Intan Suri! Ada apa Nak,” tanya Tuk Buta sambil mengendong Intan Suri, Bujang Kelana pun bersegera membantu Tuk Buta.

“Suri hendak dibunuh para pengawal Pendekar Katung, karena ketahuan ayam tuannya saya di tukar,”  ujar Intan Suri terbata-bata.

“Bang Bujang Kelana, Suri mencintai abang… tapi mungkin kita jodoh, tolong abang jaga negeri dan penduduk negeri Pantai Solop dan Negeri Serimba agar tetap aman dan damai,”  pesan Intan Suri terbatuk-batuk, darah segar keluar dari mulutnya.

“Abang juga mencintai Suri…!” bisik Bujang Kelana sedih.

Namun ternyata Intan Suri telah meninggal dunia. Bujang Kelana berteriak sekeras-kerasnya sambil memanggil nama kekasihnya itu.

“Intan Suriiiiiiiiiii!”

Bujang Kelana terdiam kaku dengan air mata berlinang menatap kekasihnya, dia lalu mengambil sangkar ayam yang terletak di sudut gubuk tempat ia tinggal selama ini.

“Tuk Buta! Hamba akan pergi dari pulau ini seperti halnya Intan Suri telah pergi untuk selama-lamanya,” ujar Bujang Kelana kepada Tuk Buta.

Setelah beberapa saat terdiam, Bujang Kelana melempar sekuat tenaga sangkar ayam yang ada di tangannya.

“Apapun yang akan terjadi, walau sangkar ayam itu akan menjadi sebuah pulau, hamba bersumpah tidak akan kembali ke pulau ini,” teriak Bujang Kelana. Ia masih menangis, deraian air matanya menetes membasahi pasir bisu, saksi yang takkan pernah bisa bicara.

Setelah menguburkan kekasihnya, Intan Suri. Bujang Kelana pun meninggalkan pantai Solop yang indah. Merantau ke negeri jauh. Berkelana mencari pengalaman hidup, mencari guru yang lain, untuk masa depan yang lebih cerah.

Konon! Bertahun-tahun setelah kepergian Bujang Kelana. Sangkar ayam yang dileparkannya ke tengah lautan itu benar-benar menjadi sebuah pulau,  yang terletak berhadapan dengan Pantai Solop yang disebut Pulau Sangkar Ayam***

Sumber:
1. Derichard H. Putra, dkk. 2007. Cerita Rakyat Daerah Riau. Pekanbaru: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *