Cerita Rakyat Putri Hijau

Buku Cerita Rakyat Daerah Riau. (foto: folklor.kosabudaya.id)

Setelah Putri Hijau berada dalam kurungan sampan Landak Menari, maka Datuk Penjarang mengambil galahnya yang terbuat dari anak kayu meranti bujang. Galah pun ditekan sekuat tenaga dan sampan pun meluncur selaju-lajunya maka tinggallah Pelabuhan Pekaitan. Sampan menuju ke hulu Sungai Rokan. 

Suatu saat ketika selama dalam perjalanan, ia sudah berbicara langsung dengan Putri Hijau membujuk dan merayu agar mau kawin dengannya. Tetapi Putri Hijau belum mau mengakui dan membuka rahasianya. Ia masih bertahan pada pendiriannya mencari seorang lelaki jodohnya yang bercirikan parutan. Sekalipun ia tahu bahwa Datuk Penjaranglah orang yang dicarinya itu.

Bacaan Lainnya

Setelah beberapa lamanya di jalan, maka sampailah pada satu tempat di pinggir Sungai Rokan. Maka perahu Landak Menari pun ditambatkannya di pinggir sungai. Setelah berhenti, maka Datuk Penjarang datang mendekati Putri Hijau sambil merayunya dengan lemah lembut, agar mau kawin dengannya. Pada waktu itulah Putri Hijau hatinya datang ragu-ragu. Setengah hatinya mau setengah lagi tidak. Maka oleh Datuk Penjarang tempat ini dinamakannya Sangko Duo, artinya Putri Hijau berbagi dua pikirannya, separuh hatinya mau kawin dengan Datuk Penjarang separuh tidak, sampai sekarang tempat itu bernama kampung Sangko Duo.

Setelah itu, perjalanan diteruskan dan beberapa lamanya di perjalanan maka pada satu tempat perahu Landak Menari diketepikan dan terhenti pada tempat itu. Sekali lagi ia membujuk Putri Hijau dengan lemah lembut dan memuji-muji kecantikan Putri Hijau.

“Aku akan buatkan sebuah Mahligai yang indah untukmu, dinda,” ujar Datuk Penjarang. Tuan Puteri diam saja. Tempat ini sekarang dinamai Kampung Pemujukan.

Kemudian sebagaimana biasa perjalanan diteruskan lagi, perahu pun digalah dengan laju. Ada satu tempat yang alamnya sangat indah. Pohon-pohon kayunya berbaris dengan teratur, sinar matahari senja memancarkan cahaya kekuning-kuningan ibarat padi yang sedang masak di sawah. Maka perahu pun dirapatkan ke tepi, dan di sinilah Putri Hijau tertarik akan keindahan alam, dan saat ini pula Datuk Penjarang mempergunakan kesempatan untuk merayu Putri Hijau. Menurut cerita di tempat inilah Putri Hijau dan Datuk Penjarang sepakat kawin, dan di tempat inilah kedua makhluk insani itu melaksanakan kehendak hatinya. Maka tempat ini dinamainya dengan nama Padang Pendapatan. Karena Datuk Penjarang telah mendapat kesepakatan dengan Putri Hijau untuk bersama-sama hidup sebagai suami-istri. Letak Padang Pendapatan ini sebelah hulu Pemujukan dan sebelah hilir Danau Raya, di hilir Siarangarang.

Kemudian perahu pun digalahnya lagi untuk terus ke Siarangarang. Beberapa lama kemudian, sampan Landak Menari pun sampailah di Siarangarang. Putri Hijau dan Datuk Penjarang naik ke darat. Sampai di Siarangarang dibuatkan oleh Datuk Panjarang sebuah Mahligai beratapkan ijuk, dan beberapa alat-alat kebesaran kerajaan. Sewaktu Putri Hijau naik ke istana maka capeng Putri Hijau sebelah kirinya yang terbuat dari perak tersangkut di pintu, jatuh ke tanah, dan hilang.

Konon kabar capeng Putri Hijau yang terbuat dari perak itu ditemukan oleh seorang Belanda saat penjajahan masuk. Tetapi capeng sebelah kanannya yang terbuat dari emas masih ada dalam gua bekas istana Putri Hijau. Pencari rotan atau kayu api yang beruntung pergi ke hutan itu, bisa bertemu dengan capeng Putri Hijau. Benda kuning emas itu biasanya terdendeng di atas pematang Bukit Siarangarang. Dan, tak boleh diganggu karena ada yang menjaganya berupa ular besar. Menurut keterangan penduduk Siarangarang yang pernah menjumpai capeng itu ukurannya sebesar dua jengkal.

Berita Putri Hijau yang termasyhur itu terdengar di Kerajaan Aceh. Tak lama kemudian pasukan Aceh pun datang memasuki Sungai Rokan. Maka diseranglah Datuk Penjarang. Datuk Penjarang pun bergabung kekuatan dengan Panglima Nayan. Pasukan Aceh berhasil dipukul mundur dan lari ke hulunya dan sampai di Kuala Mahato, dan terus berjalan kaki menuju Panai. Menurut cerita, sekarang masih ada makam orang Aceh di Kuala Mahato***

Sumber:
Derichard H. Putra, dkk. 2007. Cerita Rakyat Daerah Riau. Pekanbaru: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *