Cerita Rakyat Si Umbut Muda

Buku Cerita Rakyat Daerah Riau. (foto: folklor.kosabudaya.id)

Syahdan! Di Siak Sri Indrapura dahulu kala, di pinggir Sungai Jantan ketika itu. Tersebutlah kisah gadis muda belia nan cantik jelita suka berdandan. Cantik tiada banding langitpun tertunduk malu. Bila berpergian, minyak wangi menyerbak harum hingga berdepa-depa di sekeliling.

Pakaian indah nan mahal dari sutra halus. Perhiasan, sekujur tubuh sepuluh jari tangan dan kaki dipenuhi emas permata mengkilat. Gelang-gelang tidak muat di lengat dan betis berjejar. Kaya harta warisan mendiang ayahnya. Sang emak hanya seorang penjahit baju upahan yang tidak akan sanggup memenuhi segala keperluannya.

Bacaan Lainnya

Si Umbut Muda nama gadis tersebut. Tinggal bersama emaknya yang janda, setelah kepergian sang ayah yang pembesar di Kerajaan Siak Sri Indarapura.

Kecantikan si Umbut Muda tersebar hingga ke pelosok negeri. Banyak pemuda yang melamar, dari orang kaya hingga bangsawan, dari nelayan hingga tukan pijit, dari yang hitam keling hingga gagah rupawan. Semuanya merasakan hal yang sama. Penghinaan yang akan diterima.

Banyak yang memuji, Umbut Muda menjadi tinggi hati dan sombong. Apalagi ia adalah anak orang ternama yang kaya raya. Warisan mendiang ayahnya tidak akan habis di makan tujuh keturunan.

Umbut Muda juga sering durhaka kepada Emaknya, perempuan tua rentah dengan uban yang memutih. , namun orang tua itu tidak diizinkan bersenang-senangn menikmati harta peninggalan suaminya, ayah Umbut Muda.

“Emak akhir-akhir ini Umbut tengok dah malas bekerja, jangan harap banyak dengan harta peninggalan ayah! Jika mak tak kerja tentu nanti akan habis juga,” bentak Umbut Muda kesal.

“Tapi Emak tak enak badan Umbut!” Jawab emaknya memelas.
“Eit! Banyak juga lah bual orang tua ni!” Bentak Umbut Muda dengan kasar.
“Tapi Umbut…”
“Sudahlah Mak, Emak tak kerja tak apa, tapi Emak harus tidur di dapur,” poton Umbut Muda tak kasihan.
Kalau sudah seperti itu, Umbut Muda akan menyuruh emaknya tidur di dapur beralas tikar pandan tua yang dipenuhi kepinding.

“Kalau perlu mati sekalian!” Celetuk Umbut Muda yang belum juga kesalnya hilang.

***

Hari berganti hari, tingkah polah Umbut Muda tidak berubah, malah semain mejadi-jadi. Telah banyak sanak saudara dan tetangga yang menasehati namun bagi Umbut Muda hanya dianggap angin lalu yang tak perlu dihiraukan.

“Umbut! Durhaka dengan orang tua itu sama saja berdoa agar masuk neraka,” nasihat pamam Umbut suatu saat.

“Kau tidak akan selamat dunia akhirat Umbut!” Timbal mak cik Umbut.

“Sebaiknya kami segera minta maaf, sebelum semuanya terlambat,” ujar pamannya lagi.

“Tak perlulah kalian menasehatiku, urus saja diri kalian masing-masing,” bentak Umbut Muda marah, sambil meninggalkan paman dan mak ciknya.

Tidak satu dua orang lagi yang menasihati Umbut Muda, namun pongahnya tidak juga berubah.

“Biarkan saja dia, mudah-mudahan jadi perawan tua!” Doa orang-orang kampung saat meraka membicarakan tentang tabiat Umbut Muda.

Emak Umbut Muda harus tunduk di bawah perintah anaknya yang sangat disayanginya itu. Dimanjakan sejak dari dalam buaian hingga gadis remaja, dan ketika telah besar berperangai seperti itu.

***

Pada suatu hari, menikahlah putri salah seorang bangsawan ternama Mempura. Undangannya terdiri dari orang-orang ter¬nama, jemputan terhormat termasuk si Umbut Muda. Pesta pernikahan digelar di seberang Sungai Jantan berhadapan kampung dengan tempat tinggal si Umbut Muda.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *