Kerajaan Siak Sri Inderapura

Istana Siak Sri Inderapura. (foto: kosabudaya.id).

Kerajaan Siak merupakan sebuah kerajaan Melayu yang muncul di Pantai Timur Sumatra setelah kekuasaan Johor kian memudar. Pada mulanya kawasan ini diperintah oleh Kerajaan Melaka, kemudian setelah Melaka runtuh disatukan ke dalam kemaharajaan Johor. Kerajaan Siak berdiri mulai pada tahun 1717,dengan munculnya seorang tokoh yang dikenal dengan Raja Kecil. Kerajaan ini tidak hanya membentuk sistem ekonomi dan politik baru di Sumatera Timur, tetapi juga menggerus kekuasaan kerajaan Johor. Kemampuan Raja Kecil untuk menarik kelompok-kelompok di wilayah ini bersumber dari kharismanya yang memiliki hubungan erat dengan mitos-mitos dan kisah-kisah Minangkabau, Melayu, dan juga orang asli. Dalam perjalanan, Raja Kecil menjadi salah satu pahlawan besar dalam sejarah Selat Melaka.

Pada zaman dahulu, wilayah Siak merupakan kekuasaan yang berada di bawah Kerajaan Gasib. Kerajaan Aceh mengerahkan sekelompok orang hutan yang disebut “Orang Pandan” untuk menghancurkan kerajaan ini. Setelah Aceh jatuh, kerajaan Johor mengukuhkan kembali kekuasaannya dengan bantuan VOC. Johor memerintah kawasan Siak melalui seorang syahbandar, meskipun jangkauan pengaruh kerajaan ini hanya sampai Kuala Mandau.

Bacaan Lainnya

Di dalam Hikayat Siak, Raja Kecil adalah Putra dari Sultan Mahmuddengan istrinya Encik Pong. Sultan Mahmud tewas oleh sekelompok bangsawan kerajaan yang melakukan pemberotankan pada tahun 1699, yang dikenal dengan peristiwa Sultan Mangkat Dijulang. Tahta Johor kemudian diduduki oleh datuk bendahara. Namun, banyak rakyat yang tidak puas dengan penabalan tersebut. Hingga kemudian muncullah Raja Kecil yang menyatakan sebagai putera Sultan Mahmud. Cerita-cerita yang berkisar pada kelahiran Raja Kecil mendukung upaya-upaya untuk mengaitkannya dengan daulat Johor. Sehingga memungkinkan untuk menciptakan ‘negeri’ yang bersatu di bawah sebuah kekuasaan baru.

Raja Kecil kemudian membangun kekuatan dan berupaya menarik pengikut-pengikutnya sebagai satu-satunya ahli waris pemilik aura ilahiah daulat. Ia melakukan penyerangan kepada Johor dan membinasakan kekuasaan datuk bendahara. Namun, Raja Kecil tidak lama berkuasa di Johor. Sekelompok anak raja Bugis muncul dari Sulawesi bersekutu dengan Raja Muda Johor, dan berhasil menawan isteri Raja Kecil, yang pada dasarnya adalah puteri bendahara.

Setelah merundingkan pengembalian isterinya, Raja Kecil setuju menyerahkan tahta Johor kepada Raja Muda. Raja Kecik kemudian menyeberangi Selat Melaka dan membangun kerajaan yang kemudian dikenal dengan kerajaan Siak.

Pada saat mendirikan kerajaan Siak, Raja Kecik membangun ‘negeri’-nya di pesisir Sungai Siak.Syair perang Siak mengelaborasi lebih jauh dengan menyebutkan bahwa Raja Kecik memutuskan untuk membangun ‘negeri’ ke arah hulu Bengkalis. ‘Negeri’ yang baru kemudian dibangun di Buantan. Setelah itu, Raja Kecil dan menteri-menterinya bertemu dengan pemimpin-pemimpin orang asli setempat dan diatur kesepakatan yang dapat diterima mengenai hak-hak dan pewarisan tanah pertanian. Buantan merupakan tempat yang strategis karena terletak di tepi Sungai Siak. Seperti sebagian besar pusat-pusat perdagangan di alam Melayu, Buantan berada di percabangan Sungai Siak dan anak sungainya. Selain itu, Buantan juga memiliki akses jalan setapak yang membentuk jaringan saling berhubungan antara Sungai Siak dan Kampar.  Buantan juga dianggap sebagai perbatasan antara pantai dan pedalaman di pesisir Sumatera timur, di luar zona pasang-surut dan air tawar mengalir di Sungai Siak.

Ketika Raja Kecil mulai mundur dari kedudukannya sebagai raja setelah 1735, dua orang puteranya, Raja Mahmud dan Raja Alam, mulai muncul sebagai calon-calon pengganti untuk memimpin ‘negeri’. Raja Mahmud adalah putera Raja Kecil dengan Tengku Kamariah, adik perempuan Sultan Sulaiman di Johor. Sedangkan Raja Alam adalah putera Raja Kecil denganorang asli, karena ibunya berasal dari Rawas. Pada akhirnya yang menduduki tahta Siak adalah Raja Mahmud.

Namun, keputusan ini tidak disetujui oleh Raja Alam. Ia berkelana membangun kekuatan untuk merebut tahta kerajaan Siak. Di sepanjang  abad  ke-18, kedua putera Raja Kecil berebut tahta Siak, dan ketegangan-ketegangan berkembang di dalam keluarga diraja sebagai persaingan untuk menarik para pengikut dari berbagai komunitas di Sumatera timur. Keduanya juga berusaha mendapatkan dukungan dari sultan Johor.

Pada tahun 1761, Belanda membantu Raja Alam merebut tahta. Raja Alam memberikan puterinya kepada seorang Arab, Sayid Usman, dan mereka memiliki seorang putera bernama Said Ali. Pada masa mudanya, Said Ali hidup sebagai seorang lanun yang mengumpulkan kekayaan dari perompakan-perompakan di tanah-tanah yang jauh. Dengan kekayaan yang cukup, Said Ali menjadi raja di Siak Indrapura.

Pada tahun 1810, Said Ali menyerahkan tahtanya kepada puteranya, Sultan Ibrahim. Pada masa pemerintahan sultan ini, Inggris dan Belanda menandatangani perjanjian Traktat London tahun 1824, yang memisahkan alam Melayu melalui Selat Melaka. Dengan demikian kesatuan politik dan budaya pesisir timur Sumatera dengan Semenanjung Malaya pecah. Pulau-pulau di sebelah selatan Singapura tetap menjadi wilayah Belanda, dan garis pemisah ini menjadi asas politik dan budaya dalam pembagian wilayah kolonial Indonesia dan Malaysia di kemudian hari.

Rujukan:
1. Tim Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1977/1978. Sejarah Daerah Riau. Pekanbaru: Pusat  Penelitian Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Dinald J Goudie. 1989. Syair Perang Siak.  Kuala Lumpur: The Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society (MBRAS)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *