Sastra Lisan Nyanyi Panjang

Nyanyi Panjang. (foto: budayamelayuriau.org)

Penyajiannya diawali dengan tukang nyanyi duduk di hadapan khalayak dan meminta izin untuk memulai pertunjukan dengan meminta izin kepada tuan rumah. Kemudian tukang nyanyi mulai melagukan beberapa pantun yang disebut dengan  bebalam. Istilah ini digunakan karena lagu untuk menyanyikan pantun-pantun ini menyerupai bunyi burung balam. Pantun-pantun yang biasa dipakai dalam bebalam antara lain pantun penghormatan, pantun nasib dan pantun muda-mudi. Bebalam memiliki fungsi untuk  untuk menarik perhatian khalayak. Oleh karena itu, bebalam tidak hanya hadir sebagai pembuka saja, tetapi juga sebagai pengisi jeda pertunjukan ketika tukang cerita menganggap khalayak mulai letih, dan dalam bagian penutup.

Dulu persembahan nyanyi panjang diiringi dengan pukulan talam, tetapi kini penampilannya tanpa musik sama sekali. Secara umum, lagu-lagu nyanyi panjang terbagi dua yaitu Lagu Indang Pedonai dan Lagu Indang Padodo. Setiap cerita mempunyai lagu yang berbeda dengan lagu cerita yang lain. Namun, cerita yang sama akan dinyanyikan dengan lagu yang sama oleh setiap tukang cerita.

Bacaan Lainnya

Tukang nyanyi yang bagus dapat mengundang khalayaknya untuk terlibat dalam cerita yang dibawakannya. Keterlibatan khalayak ini ditunjukkan dengan tepuk tangan, sorak-sorai, tawa, siulan, dan juga komentar seperti: kurrih, itu dio, lantaklah, dan lain-lain. Misalnya ketika terjadi perkelahian atau peperangan dan watak utamanya menang, khalayaknya berseru, “Mati engkau, asoan!” (Mati engkau, rasakan!). Atau kata-kata, “Mampuila kau!” (Mampuslah kau!).

Ketika seorang puteri malu-malu menerima pinangan atau lamaran dari seorang wira, khalayak akan merespon, “Timo ajolah, tak ditimo esuk menyosal” (Terima sajalah, tidak diterima besok menyesal). Begitu juga apabila diceritakan tentang kecantikan seorang puteri, keindahan istana dan halamannya, dan ramainya orang, khalayak akan menimpali “Adui, Mak, cantiknyo, amainyo, eloknyo, Allahu rabbi (Aduh mak, cantiknya, ramainya, eloknya, Allahu rabbi).

Suasana makin bersemangat apabila “sahutan” tadi disambut oleh tukang nyanyi dengan intonasi yang semakin tinggi. Hal ini menjadi pertanda bahwa pengiriman pesan atau makna cerita diterima dengan baik oleh khalayaknya. Sesekali tukang nyanyiberhenti bercerita dan kemudian bebalam.

Setiap babak persembahan berlangsung sekitar 20-45 menit, setelah itu diselingi dengan istirahat. Biasanya pada saat ini sambil minum, merokok, atau makan hidangan yang disediakan, tukang cerita akan berbual dengan penonton tentang pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, atau soal jawab tentang peristiwa cerita dan para tokohnya. Sekitar 15-30 menit kemudian, cerita dilanjutkan kembali.

Beberapa tokoh tukang nyanyi yang dikenal hingga saat ini yaitu Baco (laki-laki, 77 tahun) dari Teluk Meranti,  Bidum (laki-laki, 58 tahun) dari Pangkalan Kuras, Kontel (laki-laki, 64 tahun) dari Pangkalan Kuras, Leman (laki-laki, 63 tahun) dari Bunut, Maakul (laki-laki, 64 tahun) dari Pangkalan Kuras, Majid (laki-laki, 48 tahun) dari Pangkalan Kuras, Mudik (laki-laki, 65 tahun) dari Bunut, Mujamal Dando (laki-laki, 73 tahun) dari Teluk Meranti, Munap (laki-laki, 65 tahun) dari Pangkalan Kuras, Mak Pilih (perempuan, 56 tahun) dari Pangkalan Kuras, Pumpuling (perempuan, 68 tahun) dari Bunut, Saidu (laki-laki, 62 tahun) dari Teluk Meranti, Sitam (laki-laki, 52 tahun) dari Langgam, dan Tajuk (perempuan, 50 tahun) dari Langgam.

D. Cerita-cerita Nyanyi Panjang
Terdapat beberapa cerita yang sering ditampilkan dalam nyanyi panjang. Berikut disarikan cerita-cerita tersebut:

Nyanyi Panjang Bujang Tan Domang
Nyanyi Panjang Bujang Tan Domang
mengisahkan Raja Alam yang bertaktha di negeri Tanah Johor. Permaisuri Putri Mayang memperanakkan dua orang putri yaitu Putri Embun Putih dan Putri Lindung Bulan, dan seorang putera, Bujang Tan Domang. Putera tersebut jelas luar biasa, “bagai ditiup anak malaikat, bagai dituntun anak bidadari”.

Kelahirannya dirayakan secara besar-besaran, akan tetapi Raja Garuda, yang bersemayam di Lawang Langit tiba-tiba menyerang negeri sambil melahap rakyat Johor. Raja Alam menyembunyikan putra-putrinya, dan kemudian menentang Raja Garuda, namun kekuatannya tidak sepadan: Raja Garuda menyambar dia dan permaisuri dan menerbangkan mereka sampai ke Lawang langit.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *