Proto dan Deutro Melayu Riau

Berarak menghantar anak pancar. (foto: guruku.kosabudaya.id)

A. Pengertian
Proto Melayu dan deutro Melayu adalah dua gelombang migrasi nenek moyang masyarakat Melayu yang datang ke kepulauan Melayu.  Proto Melayu atau Melayu tua diperkirakan datang sekitar tahun 3000-2500 SM, sedangkan deutro Melayu atau Melayu muda diperkirakan antara 300-250 SM. Dua kelompok nenek moyang bangsa Melayu ini membangun peradaban dengan karakteristik yang khas dan berbeda.

Proto Melayu dan deutro Melayu bermigrasi dengan pola memudiki muara-muara sungai besar di Riau. Proto Melayu membangun perkampungan dengan memudiki lagi muara-muara sungai kecil yang terdapat di sungai-sungai besar tersebut. Hal ini berbeda dengan deutro Melayu yang tidak memasuki muara-muara sungai kecil tetapi membangun perkampungan di sepanjang sungai-sungai besar ataupun bibir pantai. Pola migrasi demikian  menjadikan perkampungan proto Melayu terpencil sehingga tidak berinteraksi dengan kelompok masyarakat atau bangsa luar.  

Bacaan Lainnya

Proto Melayu maupun deutro Melayu pada awalnya sama-sama memegang kepercayaan nenek moyang yang disebut Animisme (semua benda punya roh) dan Dinamisme (semua benda mempunyai semangat). Kepercayaan ini kemudian semakin kuat dengan kehadiran Hindu-Budha. Namun, kedatangan Islam sekitar abad ke-7 atau ke-14 Masehi mengubah kepercayaan kedua kelompok tersebut. Deutro Melayu yang bermukim pada jalur perdagangan sehingga mengenal dan bersentuhan langsung dengan kebudayaan Islam, sedangkan proto Melayu yang bermukim di daerah-daerah pedalaman tidak bersentuhan kebudayaan yang datang sehingga tetap bertahan dengan tradisinya.

Pada masa awal, pemegang teraju kepemimpinan proto Melayu dan deutro Melayu  terdiri dari pemangku adat sebagai pemimpin formal di samping tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawang, kemantan, dan guru silat sebagai pemimpin informal. Tetapi, setelah deutro Melayu membentuk beberapa kerajaan Melayu dengan dasar Islam, maka munculah pemegang kendali kerajaan yang disebut raja atau sultan. Kehadiran Islam juga telah menampilkan cendekiawan yang disebut ulama. Sistem kemasyarakatan deutro Melayu pada akhirnya dipandu oleh para raja atau sultan (pemerintahan), ulama, dan adat yang disebut dalam petapatah dengan tali berpilin tiga.

B. Proto Melayu
Proto Melayu atau Melayu tua adalah gelombang kedatangan pertama nenek moyang bangsa Melayu yang datang ke kepulauan Melayu. Leluhur Melayu tua diperkirakan datang sekitar tahun 3000-2500 SM. Kelompok ini membangun pemukiman di daerah-daerah terpencing yang jauh dari lalu lintas dan perdagangan. Keturunan proto Melayu saat ini dapat dilihat dari masyarakat suku-suku asli seperti Talang Mamak, Bonai, Sakai, Akit, Anak Rawa, dan Duanu.

Perkampungan proto Melayu dibangun jauh di pedamalan hulu anak-anak sungai besar. Pembangunan perkampungan yang jauh dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga kelestarian adat dan resam (tradisi). Kelompok ini juga membatasi interaksi dengan deutro Melayu atau bangsa lain yang datang kemudian. Pemukiman yang jauh dan pembatasan interaksi dengan suku bangsa lain menyebabkan proto Melayu begitu lambat menerima kebudayaan-kebudayaan baru.

Teraju adat proto Melayu dipegang oleh pemimpin adat yang disebut patih dan batin. Patih merupakan pemimpin tertinggi sebagai penyusun aturan-aturan adat, sedangkan batin pemimpin dalam menjalankan aturan-aturan adat yang disusun patih. Kedua pemimpin ini memiliki peranan yang kuat dan berpengaruh dalam mengatur dan menjalankan sistem kepemimpinan, hukum adat, dan sistem sosial lainnya. 

Sistem sosialproto Melayu juga memunculkan tokoh lain untuk mengatur bidang-bidang sosial yang lebih kecil. Tokoh tersebut adalah dukun, bomo, pawang, kubaru (bidan), dan kumantan. Dukun dan bomo bertugas sebagai tenaga kesehatan untuk penyakit-penyakit yang ringan, pawang berperan dalam mengatur hubungan dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan yang dianggap berpenghuni, kubaru berugas sebagai bidan yang membantu dalam melahirkan, dan kumantan bertugas untuk penyakit-penyakit berat ataupun penolakbala kempung.

Pada saat ini, proto Melayu telah berbaur dan berinteraksi dengan deutro Melayu maupun bangsa lainnya. Interaksi ini dapat dilihat dari penerimaan agama Islam seperti terlihat pada masyarakat Sakai, Talang Mamak, Duanu, dan Bonai.

C. Deutro Melayu
Deutro Melayu atau Melayu Muda adalah gelombang migrasi kedua dari kedatangan nenek moyang bangsa Melayu ke kepulauan Melayu. Kelompok ini diperkirakan datang sekitar 300-250 SM.   Mereka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi perantau dan daerah aliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintas perdagangan. Hal ini menyebabkan deutro Melayu bersifat lebih terbuka dari proto Melayu, sehingga lebih mudah dalam menjalin interaksi dengan bangsa atau kelompok masyarakat lainnya. Hubungan interaksi tersebut membuka peluang untuk penyerapan nilai-nilai budaya dari luar. 

Pada saat kedatangan Islam sekitar abad ke-7 atau ke-14 Masehi, deutro Melayu yang bermukim di daerah pesisir pantai serta daerah aliran sungai-sungai besar di Riau memeluk agama tersebut. Proto Melayu yang masih berada di daerah-daerah pedalaman tidak bersentuhan secara intensif dengan pihak luar sehingga tetap bertahan dengan tradisinya. Kedatangan agama Islam juga menyebabkan deutro Melayu membangkitkan semangat bermasyarakat yang lebih kuat dan kokoh, sehingga berdirilah beberapa kerajaan Melayu dengan dasar Islam.

Secara umum, deutro Melayu di Riau saat ini terdiri atas enam puak yaitu puak Melayu Siak, Kampar, Rokan, Inderagiri, Kuantan, dan Petalangan.

  • Melayu Siak mendiami bekas Kerajaan Siak yang bermukim disepanjang aliran aliran Sungai Siak. 
  • Melayu Kampar mendiami daerah aliran Batang Kampar. 
  • Melayu Rokan mendiami bekas kerajaan-kerajaan di Rokan seperti Kerajaan Tambusai, Kerajaan Rambah, Kerajaan Rokan IV Koto, dan lainnya. Sebagian besar mendiami aliran Batang Rokan.
  • Melayu Inderagiri mendiami daerah kerajaan Inderagiri, yakni daerah aliran sungai Inderagiri. 
  • Melayu Kuantan mendiami daerah alirang Batang Kuantan yang telah masuk ke dalam Kabupaten Kuantan Singingi.
  • Melayu Petalangan mendiami daerah belantara yang dilalui beberapa cabang (anak) sungai di daerah Pangkalan Kuras.

Rujukan: Derichard H. Putra, dkk. 2024. Budaya Melayu Riau Kurikulum Merdeka untuk SMP/MTs Kelas VII. Pekanbaru: Penerbit Narawita

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *